oleh:
Cipto Prayitno
email: bukitshimla@gmail.com
I.
Pendahuluan
HAM
(Hak Asasi Manusia) merupakan hak asasi yang dimiliki oleh umat manusia sejak
lahir di dunia. Setiap manusia terlahir dengan hak yang sama. Yang luas di akui
sebagai hak-hak asasi manusia adalah hak atas kehidupan (tidak dibunuh,
disiksa, atau dicacatkan), kebebasan berekspresi, kebebasan untuk memiliki
kepemilikan yang diperoleh dengan adil, kebebasan bergerak, dan kebebasan
beragama[1].
Tujuan
pergerakan hak-hak asasi manusia adalah untuk mengubah hak-hak asasi manusia
menjadi hak-hak yang di akui secara hukum. Peran negara adalah untuk memastikan
bahwa hak-hak ini tertuang di dalam hukum-hukum mereka, artinya menjadi
“hak-hak legal”. Dalam konstitusi hukum di Indonesia, HAM (Hak Asasi Manusia) termuat
jelas di dalam UUD 1945 Pasal 28A-28J. HAM (Hak Asasi Manusia) juga diakui dalam
Deklarasi PBB artikel 3, bahwa “setiap orang punya hak untuk hidup, kebebasan ,
dan keamanan diri “ , dalam artikel 5 disebutkan, bahwa “ tidak ada seorangpun
yang boleh disiksa atau mendapatkan perlakuan atau hukuman yang kejam, tidak
berperikemanusiaan, atau yang menghina “. Konsep hak asasi manusia juga
menciptakan kewajiban pada semua orang untuk tidak campur tangan pada hak-hak
orang lain, prinsip timbal-balik[2].
Dewasa ini hak asasi manusia tidak lagi
dipandang sekedar sebagai perwujudan paham individualisme dan liberalisme
seperti dahulu. Semenjak bergesernya era orde baru kearah era orde reformasi,
penegakkan HAM (Hak Asasi Manusia) di Indonesia menjadi semakin gencar. HAM
lebih dipahami secara humanistic[3]
sebagai hak-hak yang inheren[4]
dengan harkat martabat kemanusiaan, apapun latar belakang ras, etnik, agama,
warna kulit, jenis kelamin, dan pekerjaannya. Keseriusan pemerintah dibidang
HAM (Hak Asasi Manusia) bermula pada tahun 1997 yaitu semenjak KOMNAS HAM
(Komisi Nasional Hak Asasi Manusia) didirikan setelah diselenggarakan lokakarya
nasional HAM (Hak Asasi Manusia) pada tahun 1991. Sejak itulah tema tentang
penegakkan HAM di Indonesia menjadi pembicaraan yang serius dan
berkesinambungan. Hal ini disebabkan karena meluasnya sistem demokrasi yang
dibarengi oleh maraknya pelanggaran HAM.
Banyak
tokoh yang naik daun karena perjuangannya dalam menegakkan HAM (Hak Asasi
Manusia) salah satunya adalah Munir Said Thalib, seorang pria keturunan Arab.
siapakah sosok seorang Munir ? Munir adalah seorang aktivis HAM (Hak Asasi
Manusia) dengan nama lengkapnya adalah Munir Said Tholib ( 8 Desember 1965
Malang , Jawa Timur – 7 September 2004 ) , ia wafat pada tanggal 7 September
2004. Munir merupakan salah satu aktivis
anti korupsi dan pendiri organisasi Kontras HAM (Hak Asasi Manusia).
Munir
juga seorang pejuang HAM (Hak Asasi Manusia) yang mendapat penghargaan
Internasional. Semasa hidupnya, ia menjadi salah satu penegak hak asasi militer
melalui lembaga KONTRAS[5]
yang dipimpinnya. Beliau gigih memperjuangkan terwujudnya supremasi hukum dan
HAM. Munir diduga kuat menjadi korban pembunuhan oleh oknum-oknum yang memang
telah merencanakan kematiannya. Hal ini dibuktikan dengan hasil otopsi tim
forensic Belanda yang menyatakan bahwa aktifis HAM (Hak Asasi Manusia) tersebut
diracuni dengan racun arsenik berkadar tinggi.
Kasus
kematian Munir yang sejak tahun 2004 lalu hingga kini tidak bisa terselesaikan.
Tersangka yang melakukan aksi pembunuhan tersebut pun
masih terasa gelap. Bukti-bukti kematiannya dan bukti-bukti forensiknya pun
seakan ditutup-tutupi.
Hingga saat ini, banyak orang yang mereka-reka tentang
siapa dalang dibalik pembunuhan Munir. Namun, hanya sedikit fakta yang berhasil
diungkap. Peristiwa ini masih menjadi misteri bukan hanya di Indonesia bahkan
didunia. Banyak tokoh-tokoh dunia termasuk tokoh HAM (Hak
Asasi Manusia) dan PBB
(Persatuan Bangsa-Bangsa)
yang turut peduli atas peristiwa ini. Namun, hal itu tidak juga membantu dalam
penyelesaian kasus pembunuhan Munir. Padahal Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono telah berjanji
akan menuntaskan kasus tersebut. Tetapi hingga kini belum ada titik terangnya.
Sudah 8 tahun masyarakat pendukung Munir menanti kepastian hukumnya, tetapi
tidak ada tanggapan dari pemerintah.
Inilah
yang melatar belakangi penulis mengangkat permasalahan yang ada didalam kasus
munir dan penanganannya. Bagaimana seorang pejuang HAM (Hak Asasi Manusia),
Munir Said Thalib dibunuh dan apa penyebabnya? ini masih menjadi pro dan kontra. Penulis mencoba mengangkat kembali permasalahan yang ada
dalam kasus pembunuhan Munir dan masalah penanganannya pula.
Dari latar belakang tersebut diatas dapat ditarik
beberapa pokok permasalahan, antara lain:
a.
Bagaimana latar
belakang terbunuhnya Munir Said Thalib?
b.
Mengapa kasus
pembunuhan Munir Said Thalib tidak terselesaikan?
II.
Pembahasan
1. Latar Belakang Terbunuhnya Munir
Said Thalib
Munir adalah
pria sederhana yang bersahaja. Ia merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara
Said Thalib dan Jamilah. Ia adalah seorang tokoh, seorang pejuang sejati,
seorang pembela HAM di indonesia. Pria kelahiran Malang, 8 Desember 1965 ini
adalah seorang aktivis muslim ekstrim yang kemudian beralih menjadi seorang
Munir yang menjunjung tinggi toleransi, menghormati nilai-nilai kemanusiaan,
anti kekerasan dan berjuang tanpa kenal lelah dalam melawan praktek-praktek
otoritarian serta militeristik.
Munir adalah
seorang aktivis yang sangat aktif memperjuangkan hak-hak orang tertindas.
Selama hidupnya ia selalu berkomitmen untuk selalu membela siapa saja yang
haknya terdzalimi. Tidak gila harta, pangkat, jabatan, dan juga fasilitas. Ia
membuktikannya dengan perbuatan. Ketika ia mendapatkan hadiah ratusan juta
rupiah sebagai penerima "The Right Livelihood Award" ia tidak
menikmatinya sendiri, melainkan membagi dua dengan Kontras, dan sebagian lagi
diserahkan kepada ibunda tercintanya. Di tengah maraknya pejabat berebut
fasilitas, Munir malah tidak tergoda. Ia tetap menggunakan sepeda motor sebagai
teman kerjanya. Seorang tokoh kelas dunia yang sangat bersahaja.
Gelar SH
didapatkannya dari sebuah universitas terkemuka di Malang, Unibraw. Selama
menjadi mahasiswa, Munir dikenal sebagai aktivis kampus yang sangat gesit. Ia
pernah menjadi Ketua senat mahasiswa fakultas hukum Unibraw pada tahun 1998,
koordinator wilayah IV asosiasi mahasiswa hukum indonesia pada tahun 1998,
anggota forum studi mahasiswa untuk pengembangan berpikir di Unibraw pada tahun
1988, Sekretaris dewan perwakilan mahasiswa hukum Unibraw pada tahun 1988,
sekretaris al-Irsyad cabang Malang pada 1988, dan menjadi anggota Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI).
Munir
mewujudkan keseriusannya dalam bidang hukum dengan cara melakukan pembelaan-
pembelaan terhadap sejumlah kasus, terutama pembelaannya terhadap kaum
tertindas. Ia juga mendirikan dan bergabung dengan berbagai organisasi, bahkan
juga membantu pemerintah dalam tim investigasi dan tim penyusunan Rancangan
Undang-Undang (RUU).
Beberapa
kasus yang pernah ia tangani yaitu pada kasus Araujo yang dituduh sebagai
pemberontak melawan pemerintahan Indonesia untuk memerdekakan Timor Timur dari
Indonesia pada 1992, kasus Marsinah (seorang aktivis buruh) yang dibunuh oleh
militer pada tahun 1994, menjadi penasehat hukum warga Nipah, Madura, dalam
kasus pembunuhan petani-petani oleh militer pada tahun 1993, menjadi penasehat
hukum mahasiswa dan petani di Pasuruan, dalam kasus kerusuhan di PT. Chief
Samsung, dengan tuduhan sebagai otak kerusuhan pada tahun 1995, Penasehat hukum
Muhadi (sopir) yang dituduh melakukan penembakan terhadap seorang polisi di
Madura, Jawa Timur pada 1994, penasehat hukum para korban dan keluarga Korban Penghilangan
Orang secara paksa 24 aktivis politik dan mahasiswa di Jakarta pada tahun 1997
hingga 1998, penasehat hukum korban dan keluarga korban pembantaian dalam
tragedi Tanjung Priok 1984 hingga 1998, penasehat hukum korban dan keluarga
korban penembakan mahasiswa di Semanggi I (1998) dan Semanggi II (1999),
penasehat hukum dan koordinator advokasi kasus- kasus pelanggaran berat HAM(Hak
asasi Manusia) di Aceh, Papua, melalui Kontras. Termasuk beberapa kasus di
wilayah Aceh dan Papua yang dihasilkan dari kebijakan operasi Militer. Munir
juga aktif di beberapa kegiatan advokasi dalam bidang perburuhan, pertanahan,
Lingkungan, Gender dan sejumlah kasus pelanggaran hak sipil dan politik.
Pada Tahun
2003, Munir bersikeras untuk ikut dengan sejumlah aktivis senior dan aktivis
pro demokrasi mendatangi DPR paska penyerangan dan kekerasn yang terjadi di
kantor Tempo, padahal ia masih diharuskan beristirahat oleh dokter.
Pada tahun
2004, Munir juga bergabung dengan Tim advokasi SMPN 56 yang digusur oleh Pemda.
Selain itu, ia juga seorang yang aktif menulis di berbagai media cetak dan
elektronik yang berkaitan dengan tema-tema HAM (Hak
Asasi Manusia), Hukum, Reformasi Militer dan kepolisian, Politik dan
perburuhan.
Munir adalah
sosok pemberani dan tangguh dalam meneriakkan kebenaran. Ia adalah seorang
pengabdi yang teladan, jujur, dan konsisten. Berkat pengabdiannya itulah, ia
mendapatkan pengakuan yang berupa penghargaan dari dalam negeri dan luar
negeri. Di dalam negeri, ia dinobatkan sebagai Man
Of The Year 1998 versi majalah UMMAT, penghargaan Pin Emas sebagai
Lulusan Universitas Brawijaya (UNIBRAW) yang sukses, sebagai salah seorang
tokoh terkenal Indonesia pada abad XX, Majalah Forum Keadilan. Semenatara di
luar negeri, ia dinobatkan menjadi As Leader for the Millenniumdari Asia Week
pada tahun 2000, The Right Livelihood Award (Alternative Nobel Prizes)untuk
promosi HAM dan kontrol sipil atas militer, Stockholm pada December 2000, dan
An Honourable Mention of the 2000 UNESCO Madanjeet Singh Prize atas usaha- usahanya
dalam mempromosikan toleransi dan Anti Kekerasan, Paris, November 2000[6].
Munir wafat pada tanggal 7 September 2004, di pesawat Garuda
GA-974 kursi 40 G dalam sebuah penerbangan menuju Amsterdam, Belanda.
Perjalanan itu adalah sebuah perjalanan untuk melanjutkan study-nya ke
Universitas Utrecht. Ia dibunuh dengan menggunakan racun arsenik[7]
yang yang ditaruh ke makanannya oleh Pollycarpus Budihari Priyanto[8].
Pollycarpus adalah seorang pilot Garuda yang waktu itu sedang cuti. Dan pada
saat keberangkatan Munir ke Belanda, secara kontroversial ia diangkat sebagai
corporate security oleh Dirut Garuda. Sampai sekarang, kematian seorang Munir,
sang Pahlawan orang Hilang, sang pendekar HAM (Hak
Asasi Manusia) ini masih sebuah misteri.
Jenazahnya dimakamkan di taman makam umum kota Batu. Ia meninggalkan seorang
istri bernama Suciwati dan dua orang anak, yaitu Sultan Alif Allende dan Diva.
Sejak tahun 2005, tanggal kematian Munir, 7 September, oleh para aktivis HAM
dicanangkan sebagai Hari Pembela HAM (Hak Asasi Manusia) Indonesia[9].
Sebenarnya kasus pembunuhan Munir, bukanlah kasus pembunuhan
dan penculikan aktifis di Indonesia yang baru pertama kali terjadi. Bahkan di
awal 80′an pun juga pernah terjadi kasus Petrus
(penembakan misterius) terhadap orang-orang yang diindikasi sebagai bromocorah[10]
dan preman[11]
yang sampai saat ini juga tidak pernah terungkap secara hukum seperti juga
halnya kasus pembunuhan dan penculikan aktifis.
Yang menjadi pertanyaan adalah kenapa Munir dibunuh? Apakah
latar belakangnya?
Latar
belakang terbunuhnya munir adalah disebabkan keberaniannya dalam menangani
kasus-kasus HAM (Hak Asasi Manusia). Ini terbukti dari banyaknya kasus yang di
selesaikannya, antara lain:
§
Penasehat Hukum dan anggota Tim
Investigasi Kasus Fernando Araujo, dkk, di
Denpasar yang dituduh merencanakan pemberontakan melawan pemerintah secara
diam-diam untuk memisahkan Timor-Timur dari Indonesia; 1992,
§
Penasehat Hukum Kasus Jose Antonio De Jesus Das Neves (Samalarua)
di Malang, dengan tuduhan melawan pemerintah untuk memisahkan Timor Timur dari
Indonesia; 1994,
§
Penasehat Hukum Kasus Marsinah dan para buruh PT. CPS melawan KODAM V Brawijaya atas
tindak kekerasan dan pembunuhan Marsinah, aktifis buruh; 1994
§
Penasehat Hukum masyarakat Nipah, Madura,
dalam kasus permintaan pertanggungjawaban militer atas pembunuhan tiga petani
Nipah Madura, Jawa Timur; 1993,
§
Penasehat Hukum Sri Bintang
Pamungkas (Ketua Umum PUDI) dalam
kasus subversi dan perkara hukum Administrative Court (PTUN) untuk
pemecatannya sebagai dosen, Jakarta; 1997,
§
Penasehat Hukum Muchtar Pakpahan (Ketua Umum SBSI) dalam
kasus subversi, Jakarta; 1997,
§
Penasehat Hukum Dita Indah Sari, Coen Husen Pontoh, Sholeh (Ketua PPBI dan
ang gota DPRD) dalam
kasus subversi, Surabaya;1996,
§
Penasehat Hukum mahasiswa dan petani
di Pasuruan dalam kasus perburuhan PT. Chief Samsung; 1995,
§
Penasehat Hukum DR. George Junus Aditjondro (Dosen Universitas Kristen
Satyawacana, Salatiga) dalam kasus penghinaan terhadap
pemerintah, Yogyakarta; 1994,
§
Penasehat hukum Muhadi (seorang
sopir yang dituduh telah menembak polisi ketika terjadi bentrokan antara polisi
dengan anggota TNI AU) di Madura, Jawa Timur; 1994,
§
Penasehat Hukum dalam kasus hilangnya 24 aktivis dan mahasiswa di
Jakarta; 1997-1998,
§
Penasehat Hukum dalam kasus pembunuhan
besar-besaran terhadap masyarakat sipil di Tanjung Priok 1984; sejak 1998,
§
Penasehat Hukum kasus penembakan
mahasiswa di Semanggi, Tragedi Semanggi I dan II; 1998-1999,
§
Anggota Komisi Penyelidikan
Pelanggaran HAM di Timor Timur; 1999,
§
Penggagas Komisi Perdamaian dan
Rekonsiliasi di Maluku,
§
Penasehat Hukum dan Koordinator Advokat
HAM dalam kasus-kasus di Aceh dan Papua (bersama KontraS)[12].
Mantan
Presiden Abdurahman Wahid (almarhum) dalam buku berjudul: Keberanian Bernama
Munir, Mengenal Sisi-Sisi Personal Munir, karya Meicky Shoreamanis Panggabean,
Mizan, 2008, mengenal Munir sebagai sosok pemberani dalam memperjuangkan HAM.
Bagi Gus Dur, sapaan Abdurahman Wahid, Munir yang lahir di Batu, Malang itu
telah menjadi kekayaan bangsa. "Sekian tahun lamanya, ia mengisi hidup
dengan perjuangan menegakkan HAM di negeri kita," jelas Gus Dur.
"Apapun
bahaya yang mengancam dirinya, dia akan tetap melanjutkan perjuangannya. Inilah
yang tidak setiap orang mampu melakukannya, termasuk saya," ujar Gus Dur
mengenang Munir.
Sejak tahun
1988, Munir mengabdikan dirinya sebagai pejuang HAM. Kala itu, dirinya masih
kuliah di Semester Lima. Sejak kecil dirinya tidak suka dengan kekerasan.
"Aku udah enggak respect sama penindas dari kecil," katanya. Alumni
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya itu pernah menjadi aktivis Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI) yang militan. "Aku sangat konservatif."
Paradigma
berpikir dan bertindaknya berubah saat mengenal sosok demonstran bernama
Bambang Sugianto. "Dia paling senang ngajak aku debat. Akhirnya, mulailah
aku baca-baca bukum, mulai keluar dari mainstream."
Munir pun
tertarik memperjuangkan nasib buruh setelah membaca buku Arief Budiman tentang
Revolusi Buruh di Chile. "Nah, sejak itu aku kepengin ngurus buruh,"
kenang Munir. 16 April 1996, Munir mendirikan Kontras. Ia makin agresif
berhadapan dengan penguasa Orde Baru demi kemajuan HAM. Dia melawan militer
saat kasus penculikan aktivis mahasiswa yang dilakukan Tim Mawar dari Kopassus
yang kala itu dipimpin oleh Prabowo Subianto. Munir juga mendirikan Lembaga
Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia, Imparsial. Keberanian memperjuangkan HAM
diyakini menjadi latarbelakang pembunuhan Munir[13].
Dari data
kasus-kasus diatas dapat terlihat bahwa Munir adalah salah satu aktivis HAM
(Hak Asasi Manusia) yang cukup vocal dan namanya cukup dikenal. Apalagi saat munir
menjabat Dewan Kontras namanya melambung sebagai seorang pejuang bagi
orang-orang hilang yang diculik pada masa itu. Ketika itu dia membela para
aktivis yang menjadi korban penculikan Tim Mawar dari Kopassus. Setelah Soeharto jatuh, penculikan itu menjadi alasan pencopotan
Danjen Kopassus Prabowo Subianto dan diadilinya para anggota
tim Mawar[14].
Karena kepekaan Munir terhadap kasus pelanggaran HAM, ke-vocal-an pelanggaran terhadap kasus HAM, keberanian Munir-lah yang
menjadi latar belakangi terbunuhnya Munir Thalib Said.
2.
Alasan tidak
selesainya kasus pembunuhan Munir Said Thalib
Delapan Tahun Pemerintah ‘Tak Hadir’ dalam kasus Munir
belum terungkapnya dalang dan pelaku
pembunuh penggiat Hak Asasi Manusia (HAM) Munir, hingga tahun kedelapan
kematiannya, merupakan cermin ketidak hadiran komitmen negara dalam
melaksanakan mandat konstitusi untuk penegakan HAM.
Delapan
tahun bukanlah waktu sebentar bagi keluarga Munir dan keluarga korban
pelanggaran HAM lainnya, lewat advokasi dalam proses peradilan dan dengan
membangun Gerakan Melawan Lupa, untuk menuntut keseriusan pemerintah dalam
menuntaskan pelaku dan dalang dari pembunuhan Munir.
Delapan
tahun adalah waktu yang cukup panjang untuk menunjukkan bukti ketidakseriusan,
serta abainya pemerintah dan institusi penegak hukum terhadap penuntasan kasus
Munir, atas apa yang diperjuangkan dan dibela serta upaya memutus rantai
impunitas[15].
Pada
saat bersamaan, penundaan penuntasan kasus Munir juga menjadi cermin dari teror
yang dihadapi para pembela HAM, hingga kini. Padahal, negara berkewajiban untuk
memberikan perlindungan kepada pembela HAM, sebab hak untuk memperjuangkan HAM (Hak
Asasi Manusia) adalah
hak konstitusional yang dijamin dalam konstitusi, sebagaimana diamanatkan Pasal
28C Ayat 2 UUD 1945[16].
Dalam tahun pemerintah “tak hadir” dalam kasus
terungkapnya dalang dan pelaku pembunuhan munir, ini merupakan cermin
ketidakhadiran komitmen negara dalam melaksanakan mandat konstitusi untuk
penegkan HAM (Hak
Asasi Manusia).
Banyak pihak memprediksi hal yang menghambat
penuntasan kasus Munir, karena
diduga dalang dan pelaku didalamnya terdapat orang-orang yang mempunyai
kekuasaan,
jabatan dan
uang.sehingga penuntasan kasus munir sengaja dihalang – haling.
Satu hal yg perlu diingat Kasasi MA menyatakan Polycarpus bukan pembunuh Munir, dia hanya terbukti menggunakan surat palsu oleh karenanya dihukum 2
tahun.
Setelah
Mahkamah Agung menyatakan Pollycarpus bukan pembunuh Munir, Kepolisian harus
melanjutkan proses hukum untuk mencari otak dibelakang terbunuhnya aktivis HAM
Munir kendati saksi kunci dalam kasus tersebut Raymond J. J. ‘Ongen’
Latuihamalo meninggal dunia. Hal ini dinyatakan oleh Koordinator Komite Aksi
Solidaritas untuk Munir. Kejaksaan juga perlu
mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan kasasi, yang
membebaskan Muhdi Pr terutama setelah tidak adanya pengakuan dari BIN, yang menyatakan
bahwa tidak ada surat tugas kepada Muhdi
Pr selama 14-16 September 2004 ke Malaysia. Dan dikatakan bahwa ada pihak-pihak
yang terkait dengan kasus Munir harus dilindungi oleh LPSK, bekerjasama dengan
pihak Kepolisian dan Kejaksaan. Berbagai pihak meminta agar klausula obstruction of justice, ataupun
menghalang-halangi proses tindak pidana terhadap pihak yang secara terang
benderang menghambat penuntasan kasus ini. Presiden juga harus tegas, terutama
kepada oknum-oknum yang menciderai citra institusi seperti BIN, dengan
memerintahkan kepada BIN untuk menindak tegas
aparatnya yang mencoba menghalang-halangi penuntasan kasus ini. Kematian
Ongen, yang merupakan saksi kunci dalam kasus pembunuhan Munir dispekulasikan
berbagai pihak. Kasum menyebutkan, kematian yang tidak wajar ini tidak hanya
terjadi pada Ongen, tapi juga pada saksi-saksi lain yang memiliki informasi
terkait dengan terbunuhnya Munir, Ongen merupakan salah satu saksi yang diduga
memiliki informasi lebih dari sekedar mengetahui kebersamaan Pollycarpus dengan
Munir, pada saat di Bandara Changi, Singapura. Hal ini ditunjukkan dari
banyaknya pihak yang hendak menjemput Ongen ketika kembali dari Bandara Changi,
setelah melakukan pra rekonstruksi. Bukan Hanya itu, akrobatik Ongen yang
mencabut berita acara pemeriksaan (BAP),
walau sudah mendapatkan program perlindungan saksi dan korban dengan
alasan mendapatkan tekanan-tekanan dari pihak penyidik menjadi satu indikasi
bahwa ada informasi yang dimiliki oleh Ongen, selain mengetahui kebersamaan
Pollycarpus dengan Munir di Coffe Bean di Bandara Changi, Singapura.
Berarti kasus itu kembali gelap. Memang
ada argument lain yang mendukung, sebab kasus itu ada kaitannya dengan negara
lain. Antara lain karena tempat kejadian perkara (locus delicti) di Belanda, maka mereka pun menunjuk beberapa ahli
hukum Belanda untuk menjadi kuasa hukum. Tim itu bertugas membantu penyelidikan
dan menuntut tanggung jawab pemerintah Belanda terhadap kematian Munir di
Pesawat saat mendarat di Amsterdam. Selain itu, yang duduk bersebelahan dengan
Munir ketika itu adalah seorang Warga Negara Belanda. Sebenarnya semua upaya
mencari keadilan haruslah didukung, namun perlu diupayakan maksimal, agar kasus
tersebut cukup ditangani di dalam negeri. Lalu Mahkamah Agung telah memutuskan
bahwa dalam kasus pembunuhan terhadap aktivis HAM (Hak
Asasi Manusia) Munir, terdakwa Pollycarpus Budihari Priyanto
tidak terbukti sebagai pembunuhnya, dan dia hanya terbukti menggunakan surat
palsu. Oleh karenanya, ia hanya di hukum 2 tahun. Putusan Mahkamah Agung itu
berbeda dengan putusan Majelis Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Pengadilan
Tinggi DKI Jakarta yang menghukumnya 14 tahun. Meninggalnya Munir telah menjadi
isu internasional, terakhir kunjungan presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke
Eropa,Pers, maupun Negarawan asing mempertanyakan penanganan kasus Munir,
Presiden sendiri berjanji akan menuntaskan kasus tersebut.
Alasan
kenapa kasus munir tidak selesai tidaklah serta-merta hanya apa yang telah
dipaparkan diatas, mulai dari saksi kunci yang meninggal, BIN yang seolah
menghalang-halangi penyelesaian kasus pembunuhan Munir. Namun alasan tidak
tuntasnya kasus munir ini dilatar belakangi banyak sebab, salah satunya adalah
ketidak tegasan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri. Seperti yang
disampaikan oleh Usman Hamid Mantan Koordinator KontraS disebuah media massa,
bahwa beliau pernah menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama Komnas
HAM untuk membicarakan kasus Munir dan rencana pengajuan PK (peninjauan
Kembali) dengan menghadirkan bukti baru. Namun, yang terjadi adalah tidak
adanya tindakan cepat dari Presiden SBY untuk menindak lanjuti pengajuan dari
Usman Hamid dan Komnas HAM[17].
Ini membuktikan bahwa didalam lambatnya penanganan kasus Pembunuhan Munir peran
Presiden pun berpengaruh.
III.
Penutup
1.
Kesimpulan
Berdasarkan apa yang
telah dipaparkan didalam pembahasan sebelumnya terlihat bahwa latar belakang
terbunuhnya Munir Said Thalib disebabkan oleh peran serta dirinya didalam
masalah-masalah penanganan kasus pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) di
Indonesia. Karena terlalu vocal dalam
menyuarakan dan menentang pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia), seolah Munir
Said Thalib dibungkam. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa ada motif lain
mengenai latar belakang terbunuhnya munir.
Didalam kasus
pembunuhan Munir-pun masalah penanganan dan penyelidikan kasus pembunuhan
seolah tidak berjalan dengan apa yang diharapkan. Yang menjadi latar belakang
tidak tuntasnya kasus Munir ini disebabkan banyak hal, diantaranya adalah terbunuhnya
salah satu saksi kunci dalam kasus pembunuhan Munir yaitu Ongen serta terlibatnya
orang-orang penting dan orang berkuasa didalam pemerintahan, sehingga
penanganan kasus munir sendiri seolah-olah dihalang-halangi karena melibatkan
orang penting dan berkuasa. Alasan lain tidak selesainya kasus munir adalah
bagaimana peran BIN yang seharusnya bisa melakukan penyelidikan terhadap kasus
Munir, seolah-olah menghalang-halangi.
Disini pun terdapat
peran Presiden dalam penanganan masalah pembunuhan Munir, bagaimana kurang
tegas dan kurang tanggapnya Presiden dalam melihat masalah penanganan dan
penyelidikan kasus Munir. Selain itu, bagaimana tidak adanya publikasi mengenai
proses penanganan dan penyelidikan kasus pembunuhan Munir, inilah salah satu
alasan bagaimana lama dan bahkan tidak selesainya kasus pembunuhan Munir.
IV.
Daftar Pustaka
Ashford,
Nigel.(2010).”Prinsip-prinsip Masyarakat
Merdeka”. Diterjemahkan Samsudin Berlian. Jakarta: Freedom Institute
http://www.bisnis.com/articles/amnesty-desak-penuntasan-kasus-munir#.UFhgkFQALas.facebook,
diakses pada 21 September 2012.
Hilmi
Atok Blog. “Biografi Munir Said Thalib
(1965-2004)”. http://hilmiatok.blogspot.com/2011/06/biografi-munir-said-thalib-1965-2004.html,
diakses pada 19 September 2012.
M. Yamin Panca Setia, “Munir Thalib Said, dibunuh karena benar”. http://www.mindtalk.com/ch/JasMerah#!/post/4edfb888f7b730798d002ca4,
diakses pada 19 September 2012.
“Munir
Thalib Said”. Wikipedia Bahasa Indonesia,
Ensiklopedia Bebas. http://id.wikipedia.org/wiki/Munir_Said_Thalib,
diakses pada 19 September 2012.
Wikipedia Bahasa
Indonesia, Ensikopedia Bebas. http://www.wikipedia.org/,
diakses pada 18 September 2012.
[1] Ashford, Nigel(2010),”Prinsip-prinsip
Masyarakat Merdeka”, (Jakarta : Freedom Institute) hal. 53
[2] Ibid., hal. 58
[3] Humanistic atau Humanistis adalah bersifat kemanusiaan. Dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
(Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Pustaka, 2001) h. 412
[4] Inheren adalah berhubungan erat, tidak dapat diceraikan, melekat.
Dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), (Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Pustaka, 2001) hal. 434
[5] Komisi Untuk Orang Hilang dan
Korban Tindak Kekerasan atau disingkat KontraS (bahasa Inggris: The
Commission for Disappeareances and Victims of Violence) adalah sebuah gugus
tugas yang dibentuk oleh sejumlah LSM seperti LPHAM, ELSAM, CPSM, PIPHAM, AJI dan sebuah organisasi mahasiswa PMII. KontraS dibentuk pada tanggal 20 Maret 1998. Gugus tugas ini semula bernama KIP-HAM yang
telah terbentuk pada tahun 1996. Sebagai sebuah komisi yang bekerja memantau
persoalan HAM, KIP-HAM banyak mendapat pengaduan dan
masukan dari masyarakat, baik masyarakat korban maupun masyarakat yang berani menyampaikan
aspirasinya tentang problem HAM yang terjadi di daerah.
Dikutip dari Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas. http://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_untuk_Orang_Hilang_dan_Korban_Tindak_Kekerasan, diakses pada 21 September 2012.
[6] Hilmi Atok Blog, “Biografi Munir
Said Thalib (1965-2004)”. http://hilmiatok.blogspot.com/2011/06/biografi-munir-said-thalib-1965-2004.html,
diakses pada 19 September 2012.
[7] Arsen, arsenik, atau arsenikum adalah unsur
kimia dalam tabel
periodik yang
memiliki simbol As dan nomor
atom 33.
Ini adalah bahan metaloid yang terkenal beracun dan memiliki tiga bentuk
alotropik; kuning, hitam, dan abu-abu. Arsenik dan senyawa arsenik digunakan
sebagai pestisida, herbisida, insektisida,
dan dalam berbagai aloy.
(sumber : Wikipedia Bahasa Indonesia,
Ensiklopedia Bebas. http://id.wikipedia.org/wiki/Arsen, diakses pada 21 September 2012).
[8] Penetapan Pollycarpus sebagai terdakwa pembunuhan Munir ditetapkan
oleh Hakim Pengadilan Jakarta Selatan
pada Desember 2005 , Putusan No. 1361/Pid.B/2005/PN. Jkt. Pst. Namun
berdasarkan PK Pollycarpus pada 2007 dengan Nomor Putusan 109 PK/Pid/2007,
Pollycarpus dikurangi masa tahanannya dalam hal kasus pembunuhan Munir.
[9]Ibid.
[10] Bromocorah atau bramacorah adalah orang yang melakukan pengulangan
tindak pidana atau residivis. Dikutip dari Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), (Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Pustaka,
2001) h. 165
[11] Preman adalah sebutan kepada orang jahat (penodong, perampok, pemeras,
dsb). Dikutip dari Ibid., h. 895
[12] “Munir Thalib Said”, Wikipedia
Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas. http://id.wikipedia.org/wiki/Munir_Said_Thalib,
diakses pada 19 September 2012.
[13] M. Yamin Panca Setia, “Munir
Thalib Said, dibunuh karena benar”. http://www.mindtalk.com/ch/JasMerah#!/post/4edfb888f7b730798d002ca4,
diakses pada 19 September 2012.
[14] “Munir Thalib Said”, Wikipedia
Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas. http://id.wikipedia.org/wiki/Munir_Said_Thalib,
diakses pada 19 September 2012.
[15] http;gatra.com., diakses pada 21 September 2012
[16] Ibid.
[17] Scherazade Mulia Saraswati, “Kunci Penyelesaian Kasus Munir ada pada Presiden”, Antara, edisi 07
September 2011. http://www.mediaindonesia.com/read/2011/09/07/257370/284/1/-Kunci-Penyelesaian-Kasus-Munir-Ada-pada-Presiden, diakses pada 19 September
2012.
Komentar
Posting Komentar