Langsung ke konten utama

PERBEDAAN PENDAPAT SOEPOMO DENGAN TER HAAR MENGENAI HUKUM ADAT



oleh:
Cipto Prayitno
email: bukitshimla@gmail.com


I.                   Latar Belakang
Hukum adalah keseluruhan norma yang oleh penguasa masyarakat yang berwenang menetapkan hukum, dinyatakan atau diangggap sebagai peraturan yang mengikat bagi sebagian atau seluruh anggota masyarakat tertentu, dengan tujuan untuk mengadakan suatu tata yang dikehendaki oleh penguasa tersebut.
Pengertian hukum adat menurut para ahli sangatlah beragam salah satunya pengertian hukum adat menurut Soepomo dan Ter Haar. Berikut adalah pengertian hukum adat menurut Soepomo dan Ter Haar.
1.      Hukum adat menurut Ter Haar
Berdasarkan teori Beslissingenler(teori keputusan), hukum adat adalah seluruh peraturan-peraturan yang menjelma didalam keputusan didalam keputusan-keputusan para pejabat hukum yang mempunyai kewibawaan dan pengaruh, serta didalam pelaksanaannya berlaku secara serta merta dan dipatuhi dengan sepenuh hati oleh mereka yang diatur oleh keputusan tersebut dapat berupa sebuah persengketaan, akan tetapi juga diambil berdasarkan kerukunan dan musyawarah.
2.      Hukum adat menurut Soepomo
Hukum adat adalah hukum yang tidak tertulis yang meliputi peraturan hidup yang tidak ditetapkan oleh pihak yang berwajib, tetapi ditaati masyarakat berdasarkan keyakinan bahwa peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum.
Dari pengertian hukum adat menurut Soepomo dan Ter Haar dapat dilihat bahwa antara Soepomo dan Ter Haar terdapat perbedaan pandangan mengenai konsepsi hukum adat, jika menurut Ter Haar hukum adat itu menjelma didalam keputusan-keputusan para pejabat, namun berbeda dengan pengertian hukum adat menurut Soepomo.

II.                   Rumusan Masalah
1.        Apa yang itu hukum adat?
2.        Bagaimana pandangan Soepomo dan Ter Haar mengenai hukum adat?

III.            Pembahasan
A.           Pengertian Hukum Adat
Saat kita berbicara tentang hukum secara umum yang dimaksudkan adalah keseluruhan aperaturan-peraturan atau kaedah dalam suatu kehidupan bersama yang pelaksanaannya dapat dipaksakan dengan suatu sanksi.
Istilah hukum berasal dari Bahasa Arab : HUK'MUN yang artinya menetapkan. Arti hukum dalam bahasa Arab ini mirip dengan pengertian hukum yang dikembangkan oleh kajian dalam teori hukum, ilmu hukum dan sebagian studi-studi sosial mengenai hukum.
Hukum sendiri menetapkan tingkah laku mana yang dibolehkan, dilarang atau disuruh untuk dilakukan. Hukum juga dinilai sebagai norma yang mengkualifikasi peristiwa atau kenyataan tertentu menjadi peristiwa atau kenyataan yang memiliki akibat hukum.
Definisi hukum menurut para ahli :
Ø  Utrecht
Hukum adalah himpunan peraturan (baik berupa perintah maupun larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan. 
Ø  Mochtar Kusumaatdja
Hukum merupakan keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, dan juga mencakupi lembaga-lembaga (institutions) dan proses-proses (processes) yang mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah itu dalam kenyataan.
Ø  Hans Kelsen
Hukum adalah sebuah ketentuan sosial yang mengatur perilaku mutual antar manusia, yaitu sebuah ketentuan tentang serangkaian peraturan yang mengatur perilaku tertentu manusia dan hal ini berarti sebuah sistem norma.

Sementara itu, secara etimologi adat  berasal dari bahasa Arab adah yang berarti kebiasaan.  Jadi secara etimologi adat dapat didefinisikan sebagai perbuatan yang dilakukan berulang-ulang lalu menjadi kebiasaan yang tetap dan dihormati orang, maka kebiasaan itu menjadi adat.
Untuk mendapatkan gambaran apa yang dimaksud dengan hukum adat, maka
perlu kita ketahui beberapa pendapat sebagai berikut :

Ø  Prof. Mr. B. Terhaar Bzn
Hukum adat adalah keseluruhan peraturan yang menjelma dalam
keputusan-keputusan dari kepala-kepala adat dan berlaku secara spontan
dalam masyarakat.
Ø  Prof. Mr. Cornelis van Vollen Hoven
Hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku masyarakat yang berlaku dan mempunyai sanksi dan belum dikodifikasikan.

Ø  Prof. Dr. Soepomo, S.H.
Hukum adat adalah hukum tidak tertulis didalam peraturan tidak tertulis,
meliputi peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak ditetapkan oleh
yang berwajib tetapi ditaati dan didukung oleh rakyat berdasarkan atas
keyakinan bahwasanya peraturan-peraturan tersebut mempunyai kekuatan
hukum.
           
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Hukum Adat adalah hukum tidak tertulis, yang merupakan pedoman  bagi sebagian besar orang-orang Indonesia dan dipertahankan  dalam pegaulan hidup sehari-hari baik di kota maupun di desa. Hukum Adat senantiasa  tumbuh  dari  suatu  kebutuhan hidup yang nyata, cara hidup dan pandangan hidup yang keseluruhannya merupakan kebudayaan masyarakat tempat hukum adat itu berlaku. Hukum adat  merupakan bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia. Oleh sebab itu dengan mempelajari hukum adat berarti kita telah mempelajari sebagian dari kebudayaan bangsa kita.
Hukum Adat senantiasa  tumbuh  dari  suatu  kebutuhan hidup yang nyata, cara hidup dan pandangan hidup yang keseluruhannya merupakan kebudayaan masyarakat tempat hukum adat itu berlaku.

B.            Pandangan Hukum Adat Menurut Ter Haar dan Prof. Soepomo

1.      Perbedaan Adat-istiadat dan Hukum Adat

Dalam ilmu hukum ada perbedaan antara adat-istiadat dan hukum adat. Suatu adat-istiadat yang hidup (menjadi tradisi) dalam masyarakat dapat berubah dan diakui sebagai peraturan hukum (Hukum Adat). Tentang bagaimana perubahan itu sehingga menimbulkan hukum Adat.
Menurut Ter Haar
Dikatakan olehnya bahwa hukum Adat yang berlaku hanya dapat diketahui dari penetapan-penetapan petugas hukum seperti Kepala Adat, hakim, rapat adat, perangkat desa dan lain sebagainya yang dinyatakan di dalam atau di luar persengketaan. Saat penetapan itu adalah existential moment (saat lahirnya) hukum adat itu. (dibaca tentang: teori beslissingenleer yang dikemukakan oleh Ter Haar)

Menurut Prof. Soepomo
 Mengatakan bahwa suatu peraturan mengenai tingkah-laku manusia (“rule of behaviour”) pada suatu waktu mendapat sifat hukum, pada ketika petugas hukum yang bersangkutan mempertahankannya terhadap orang yang melanggar peraturan itu atau pada ketika petugas hukum bertindak untuk mencegah pelanggaran peraturan-peraturan itu.
Selanjutnya dikatakan oleh Prof. Soepomo bahwa tiap peraturan adat adalah timbul, berkembang dan selanjutnya lenyap dengan lahirnya peraturan baru. Demikian pula dengan peraturan baru ini yang juga akan berkembang dan selanjutnya lenyap karena tergantikan oleh peraturan baru yang sesuai dengan perubahan perasaan keadilan yang hidup dalam hati nurani masyarakat hukum adat pendukungnya. Begitu seterusnya, keadaan ini digambarkan sebagaimana halnya jalannya ombak dipesisir samudra.



2.      Perbedaan perumusan perubahan hukum adat  menurut Soepomo dan Ter Haar mengenai pengertian hukum adat Van Vollenhoven
          Van Vollenhoven dalam Bukunya “Het adatrecht van nedelandschindie”, menulis bahwa hukum adat adalah perangkat kaidah yang berlaku bagi penduduk asli dan golongan timur asing yang disatu pihak mempunyai sanksi (karena itu merupakan hukum) dan dipihak lain tidak dikodifikasikan(karena itu disebut adat).

a.      Rumusan perubahan hukum adat oleh Ter haar
          Teer Haar mengemukakan dua perumusan yang menunjukkan perubahan pendapatnya tentang apa yang dinamakan hukum adat. Di dalam pidato Dies tahun 1930 dengan judul “Peradilan Landraad berdasarkan hukum tidak tertulis”, ia memberikan batasan hukum adat sebagai berikut:
1.         Timbul dan terpelihara dalam keputusan-keputusan dari warga-warga (masyarakat) hukum, teruatama keputusan yang berwibawa dari kepalakepala rakyat yang ikut serta dalam perilaku hukum atau pada terjadinya pertentangan kepentingan, keputusan-keputusan hakim yang mengadili perkara, sepanjang keputusan itu sebagai akibat kesewenang-wenangan  atau kebodohan, tidak bertentangan dengan keyakinan hukum masyarakat, tetapi hal itu tercakup dalam kesadaran hukum sehingga diterima dan kemudian dipatuhi.
2. Sedangkan rumusan yang kedua dalam orasinya tahun 1937 yang berobyek “Hukum adat, adalah keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan para fungsionaris hukum (dalam arti luas), yang mempunyai berlaku serta merta (spontan) dan dipatuhi dengan sepenuh hati.
b. Rumusan perubahan hukum adat oleh Soepomo
Soepomo memberikan rumusan, hukum adat adalah :
          “Sinonim dari hukum tidak tertulis di dalam peraturan legislatif (unstatory law), hukum yag hidup sebagai  konvensi di badan-badan hukum negara (parlemen, dewan propinsi dan sebagainya), hukum yang hidup sebagai peraturan kebiasaan yang dipertahankan di dalam pergaulan hidup, baik di kota-kota maupun di desa desa (customry law)”.
          Inti perumusan yang diberikan oleh Soepomo tersebut, terletak pada pernyataan tentang hukum adat sebagai hukum tidak tertulis. Dari perumusan Soepomo yang lain, akan dapat diketahui bahwa pendapatnya mengikuti perumusan yang telah diberikan oleh Ter Haar. Hal tersebut dapat di telaah dari apa yang kemukakan bahwa :
          Hukum adat, adalah hukum non statuter yang sebagaian besar adalah hukum kebiasaan dan sebagian kecil hukum islam. Hukum adat itupun dilingkupi hukum yang berdasarkan keputusan-keputusan hakim, yang berisi asas-asas hukum dalam lingkungan di mana ia memutuskan perkara. Hukum adat adalah hukum yang hidup, karena ia menjelmakan perasaan hukum yang nyata dari rakyat. Sesuai dengan fitrahnya sendiri, hukum adat terus menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri.
Apabila dilihat perbedaan utama antara pendapat Teer Haar dengan Soepomo, terletak pada faktor-faktor pengakuan dan penguatan adat istiadat.

3.      Perbedaan Pendapat Ter Haar dan Soepomo dilihat dari Pengertian Hukum Adat
a.             Hukum adat menurut Ter Haar
Berdasarkan teori Beslissingenler (teori keputusan), hukum adat adalah seluruh peraturan-peraturan yang menjelma didalam keputusan didalam keputusan-keputusan para pejabat hukum yang mempunyai kewibawaan dan pengaruh, serta didalam pelaksanaannya berlaku secara serta merta dan dipatuhi dengan sepenuh hati oleh mereka yang diatur oleh keputusan tersebut dapat berupa sebuah persengketaan, akan tetapi juga diambil berdasarkan kerukunan dan musyawarah.

b.             Hukum adat menurut Soepomo
Hukum adat adalah hukum yang tidak tertulis yang meliputi peraturan hidup yang tidak ditetapkan oleh pihak yang berwajib, tetapi ditaati masyarakat berdasarkan keyakinan bahwa peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum.
Pembidangan Hukum Adat

Dalam pengkajian mengenai hukum adat, Soepomo dan Ter Haar melakukan pembidangan
pembidangan dalam sistematika hukum adat. Perbedaan keduanya nampak sebagai berikut :

Soepomo
Ter Haar
Hukum keluarga
Tata masyarakat
Hukum perkawinan
Hak-hak atas tanah
Hukum waris
Transaksi-transaksi tanah
Hukum tanah
Transaksi-transaksi dimana tanah tersangkut
Hukum hutang piutang
Hukum hutang piutang
Hukum pelanggaran
Lembaga/yayasan

Hukum perseorangan

Hukum keluarga

Hukum perkawinan

Hukum delik

Pengaruh waktu lampau

            Pembidangan yang dilakukan Soepomo relatif lebih singakat dibanding pembidangan yang dilakukan oleh Ter Haar. Soepomo mencoba menyimpulkan pembidangan yang dilakukan oleh Ter Haar. Namun demikian ada beberapa hal dari hasil pembidangan Ter Haar yang tidak di terapkan oleh Soepomo, seperti tata masyarakat, lembaga/yayasan, dan hukum delik. Penyimpulan yang dilakukan Soepomo dapat dilihat di bagan berikut :
Ø  Hak-hak atas tanah
Ø  Transaksi-transaksi tanah                                            Hukum tanah
Ø  Transaksi-transaksi dimana tanah tersangkut
Mengenai hukum perkawinan, keluarga, hutang piutang dan waris mereka memiliki pandangan yang relatif searah, karena objek  pengamatan mereka adalah sama-sama di Jawa. Soepomo lebih terfokus di jawa barat.
Dalam bukunya Bab-bab Tentang Hukum Adat Soepomo tidak menjelaskan tentang Hukum perseorangan, seperti yang di jelaskan Ter Haar. Hukum perseorangan merupakan hukum yang berkaitan dengan hak dan kewajiban seseorang. Pada pembahasan mengenai pelanggaran, Soepomo lebih memilih Hukum Pelanggaran sementara Ter Haar memakai Hukum Delik. Soepomo mengatakan Delik adalah segala yang bertentangan dengan peraturan hukum adat merupakan perbuatan ILLEGAL & hukum adat mengenal upaya-upaya untuk memperbaiki hukum jika hukum itu diperkosa. Sedangkan Ter Haar ber pendapat bahwa Delik adalah sesuatu yang mengakibatkan kegoncangan dalam neraca keseimbangan masyarakat. Dari pendapat keduanya dapat dimaknai jika delik merupakan perbuatan yang dilarang untuk dilakukan karena dapat menimbulkan masalah-masalah dalam lingkungan masyarakat.
Pandangan mengenai Hukum Waris Adat
Istilah waris berasal dari bahasa Arab yang diambil alih menjadi bahasa Indonesia, yaitu berasal dari kata “warisa” artinya mempusakai harta, “waris artinya ahli waris, waris”. Waris menunjukkan orang yang menerima atau mempusakai harta dari orang yang telah meninggal dunia. Hal ini juga dapat dilihat dari “Sabda Nabi Muhammad SAW. : Ana warisu manla warisalahu artinya saya menjadi waris orang yang tidak mempunyai ahli waris (H.R Ahmad dan Abu Daud)”.
Menurut Ter Haar  :
“Hukum Waris Adat itu meliputi aturan-aturan hukum yang bertalian dengan proses dari abad ke abad yang menarik perhatian, ialah proses penerusan dan peralihan kekayaan material dan immateriel dari turunan keturunannya”.

Menurut Soepomo :
                Hukum adat waris memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang yang tidak berwujud benda (immateriele goederen dari suatu angkatan manusia (generatie) kepada turunannya”
Dari pendapat keduanya terdapat suatu kesamaan bahwa, hukum waris adat yang mengatur penerusan dan pengoperan harta waris dari suatu generasi keturunannya. Hal ini menunjukkan dalam hukum adat untuk terjadinya pewarisan haruslah memenuhi 4 unsur pokok, yaitu : 

1. adanya Pewaris;
2. adanya Harta Waris;
3. adanya ahli Waris; dan 
4. Penerusan dan Pengoperan harta waris.


IV.            Penutup
Kesimpulan
            Adat adalah hukum tidak tertulis, yang merupakan pedoman dalam bermasyarakat. Hukum adat di indonesia lahir dari para tokoh diantaranya seperti van Vollenhoven, Ter Haar dan Soepomo. Ajaran-ajaran Soepomo kebanyakan searah dengan ajaran Ter Haar karena objek keduanya sama yaitu tanah jawa.
            Pendapat Ter Haar dengan Soepomo mengenai pengertian hukum adat berintikan sama. Akan tetapi dari arah pandang mereka berbeda. Soepomo menyatakan bahwa hukum adat itu merupakan hukum yang tidak tertulis dan Ter Haar menyatakan bahwa Hukum adat dapat dilihat dari penetapan-penetapan petugas hukum seperti Kepala Adat, hakim, rapat adat, perangkat desa dan lain sebagainya yang dinyatakan di dalam atau di luar persengketaan. Dengan kata lain sumber hukum adat Ter Haar adalah kebiasaan yang sudah tertulis dalam bentuk putusan-putusan.
Dalam pembidangan di lapangan hukum adat, Soepomo melakukan pembidangan lebih ringkas dengan menggabungkan beberapa bab pembidangan dari Ter Haar.
            Soepomo melepas perhatian terhadap hal-hal atau bagian yang tertulis dan memahamkan Hukum Adat itu sebagai hukum yang tidak tertulis serta mendasarkan pada kebiasaan terus berkembang dimasyarakat. Peraturan yang ada mengikuti perasaan keadilan masyarakat pendukungnya, saat peraturan dianggap tidak adil lagi maka akan lahir aturan baru yang lebih baik lagi.

V.            Daftar Pustaka :

Haar Bzn, B. Ter. 1960. Asas-asas dan Susunan Hukum Adat. Terjemahan Soebakti Poesponoto, K. Ng. Cetakan ke-7. Praditya Paramita. Jakarta.
Soepomo. 1963. Bab-bab Tentang Hukum Adat. PT. Penerbit Universitas. Jakarta.
Sudiyat Iman. 1978. Asas-asas Hukum Adat Bekal Pengantar. Liberty. Yogyakarta.
Mertokusumo Sudikno.2008. Mengenal Hukum. Cetakan ke-4. Liberty. Yogyakarta.
Subekti Trusto. 2012. Bahan Pembelajaran Hukum Adat. Purwokerto.






Komentar