Langsung ke konten utama

Pengaruh Asas Keaktifan Hakim Terhadap Asas Pembuktian Bebas Didalam Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara



oleh:
Cipto Prayitno
email: bukitshimla@gmail.com

Pendahuluan
Secara harfiah, kata pengaruh dapat diartikan adalah tindakan sebuah obyek atau beberapa obyek dalam kaitannya  untuk memberikan pengaruh (perubahan) terhadap obyek lainnya. Sehingga ketika dihubungkan dengan judul tulisan ini “pengaruh Asas Keaktifan Hakim terhadap Asas Pembuktian Bebas didalam Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara”, maka dapat dilihat bahwa ada tindakan yang mempengaruhi oleh Asas Keaktifan Hakim serta konsekuensinya terhadap Asas Pembuktian Bebas. Yaitu tindakan yang secara nyata mempengaruhi terhadap pelaksanaan Asas Pembuktian Bebas.

Asas Keaktifan Hakim (Actieve Rachter/Dominus Litis)
Asas Keaktifan Hakim ini dimaksudkan untuk mengimbangi kedudukan para pihak, karena Tergugat adalah Pejabat atau Badan Tata Usaha Negara, sedangkan penggugat adalah orang atau Badan Hukum Perdata.[1] Sehingga ketika dilakukan interpretasi menggunakan metode interpretasi argumentum a contrario, maka ketika dalam peradilan Tata Usaha Negara tidak mengenal Asas Keaktifan Hakim yang terjadi adalah tidak adanya keseimbangan kedudukan antara orang atau Badan Hukum Perdata sebagai penggugat dengan Pejabat atau Badan Tata Usaha Negara sebagai tergugat. Hal ini dapat terjadi karena mendasarkan pendapat teori Thomas Hobs, dimana kedudukan Negara atau penguasa lebih tinggi daripada kedudukan orang-perorangan atau badan hukum. Yang pada akhirnya ketika tiadanya Asas Keaktifan Hakim sebagai upaya menyeimbangkan kedudukan penggugat dan tergugat, yang terjadi adalah orang dan badan hukum sebagai penggugat akan selalu dirugikan oleh putusan-putusan dalam peradilan Tata Usaha Negara, yang padahal sengketa didalam perdilan Tata Usaha Negara berisikan keberatan oleh orang perorangan atas ketetapan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan oleh pejabat public yang dalam subyektifitas penggugat adalah merugikan pada dirinya. Sehingga pada akhirnya diperlukanlah Asas Keaktifan Hakim dalam menyeimbangkan kedudukan antara tergugat dan penggugat didalam peradilan Tata Usaha Negara sebagai wujud adanya Equality before the law atau persamaan dimata hukum.
Penerapan Asas Keaktifan Hakim didalam peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia diwujudkan didalam Undang-Undang No. 5 tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.[2]
Pasal 58
Apabila dipandang perlu Hakim berwenang memerintahkan kedua belah pihak yang bersengketa datang menghadap sendiri ke persidangan, sekalipun sudah diwakili oleh seorang kuasa.

Pasal 63
(1) Sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai, Hakim wajib mengadakan
pemeriksaan persiapan untuk melengkapi gugatan yang kurang jelas.
(2) Dalam pemeriksaan persiapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim:
a. wajib memberi nasihar kepada penggugat untuk memperbaiki gugatan
dan melengkapinya dengan data yang diperlukan dalam jangka waktu
tiga puluh hari;
b. dapat meminta penjelasan kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan.

Pasal 80
Demi kelancaran pemeriksaan sengketa, Hakim Ketua Sidang berhak di dalam siding memberikan petunjuk kepada para pihak yang bersengketa mengenai upaya hukum dan alat bukti yang dapat digunakan oleh mereka dalam sengketa.

Pasal 85
(1) Untuk kepentingan pemeriksaan dan apabila Hakim Ketua Sidang memandang perlu ia dapat memerintahkan pemeriksaan terhadap surat yang dipegang oleh Pejabat Tata Usaha Negara, atau pejabat lain yang menyimpan surat, atau meminta penjelasan dan keterangan tentang sesuatu yang bersangkutan dengan sengketa.
(2) Selain hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim Ketua Sidang dapat memerintahkan pula supaya surat tersebut diperlihatkan kepada Pengadilan dalam persidangan yang akan ditentukan untuk keperluan itu.
(3) Apabila surat itu merupakan bagian dari sebuah daftar, sebelum diperlihatkan oleh penyimpannya, dibuat salinan surat itu sebagai ganti yang asli selama surat yang asli belum diterima kembali dari Pengadilan.
(4) Jika pemeriksaan tentang benarnya suatu surat menimbulkan persangkaan terhadap orang yang masih hidup bahwa surat itu dipalsukan olehnya, Hakim Ketua Sidang dapat mengirimkan surat yang bersangkutan ini kepada penyidik yang berwenang, dan pemeriksaan sengketa Tata Usaha Negara dapat ditunda dahulu sampai putusan perkara pidananya dijatuhkan.

Konsekuensi Asas Keaktifan Hakim (Actieve Rachter/Dominus Litis)
Karena Asas merupakan operasionalisasi dari nilai-nilai, secara singkat Asas Keaktifan Hakim punya konsekuensi, antara lain[3]:

  1.       Keaktifan selama proses pemeriksaan sengketa sepenuhnya terletak pada hakim. Berarti ada sebuah pemberian kewenangan bebas yang diberikan oleh Asas ini kepada hakim. Sehingga karena Asas inipun diterapkan didalam UU, maka kesimpulannya adalah adanya pemberian kewenangan bebas hakim oleh UU.
  2.        Hakim berwenang mengadakan pemeriksaan pemeriksaan untuk mengetahui kelengkapan gugatan, sehingga pemeriksaan di persidangan harus dianggap bahwa gugatan telah sempurna.
  3.       ultra petita” tidak dilarang, sehingga adanya “reformation in peuis” menjadi dimungkinkan.
  4.      Dalam melakukan pengujian keabsahan, hakim tidak terikat pada alas an mengajukan gugatan yang diajukan oleh penggugat.

Asas Pembuktian Bebas
            Dalam hal pembuktian hakim diberikan kebebasan atau adanya kehendak bebas dari hakim untuk melaksanakan pembuktian didalam perkara peradilan Tata Usaha Negara atau dengan kata lain hakim yang menetapkan beban pembuktian.[4] Hal ini berbeda dengan ketentuan yang ada didalam Pasal 1865 KUH Perdata. penerapan asas ini ada didalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Pasal 107, namun disisi lain Pasal ini dibatasi oleh Pasal 100 Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.[5]

Konsekuensi Asas Pembuktian Bebas (Vrij Bewijs)
            Asas Pembuktian Bebas dalam penerapannya didalam peradilan Tata Usaha Negara, antara lain:[6]
1.      Dalam melakukan pembuktian, hakim tidak tergantung pada fakta yang dikemukakan para pihak (aspek luas pembuktian).
2.      Hakim yang menetapkan beban pembuktian (aspek pembagian beban pembuktian).
3.      Tidak dikehendaki adanya ketentuan yang mengikat hakim dalam memilih alat-alat bukti (aspek alat-alat bukti).
4.      Penilaian pembuktian sepenuhnya diserahkan kepada hakim (aspek penilaian penghargaan pembuktian).

Pengaruh Asas Keaktifan Hakim terhadap Asas Pembuktian Bebas
Ketika melihat akan pengertian secara garamatikal dari Asas Keaktifan Hakim yang dimana hakim didalam penyelesaian perkara peradilan Tata Usaha Negara punya kebebasan atas dasar kehendaknya sendiri baik dalam upaya untuk menyeimbangkan para pihak maupun dalam hal lainnya. Hal inilah yang mempengaruhi terhadap Asas didalam peradlan Tata Usaha Negara, yaitu asan pemuktian bebas.
Sedangkan, Asas Pembuktian Bebas secara singkat adalah kebebasan yang dimiliki hakim didalam melakukan pembuktian perkara peradilan Tata Usaha Negara. Dalam hal melaksanakan kebebasannya untuk melakukan pembuktian, diperlukanlah Keaktifan Hakim, baik dalam hal pencarian bukti maupun dalam persepsi lain.
Asas Keaktifan Hakim punya peran penting dalam hal pembuktian kaitannya dengan Asas Pembuktian Bebas oleh hakim. Asas Keaktifan Hakim diperlukan karena dalam melaksanakan kebebasan untuk mecari bukti dalam rangka pembuktian sebagai akibat adanya Asas Pembuktian Bebas diperlukan adanya inisiatif atau Keaktifan Hakim dalam mencari bukti, seperti hakim melakukan uji kebenaran dari bukti[7] yang ada (Keaktifan Hakim) sebagai upaya pembuktian dalam peradilan Tata Usaha Negara yang didasarkan pada Asas Pembuktian Bebas. Dalam upaya pembuktian oleh hakim jika tidak dibarengi dengan Keaktifan Hakim, maka yang terjadi adalah dalam putusan hakim yang tidak berdasarkan Asas Keaktifan Hakim adalah putusan yang kebenarannya adalah formil semata. Hal ini bisa terjadi karena ketika ada sebuah bukti didalam persidangan dan hakim tidak melaksanakan Asas Keaktifan Hakim atau hakim pasif maka dan hakim memutus perkara berdasar bukti tersebut tanpa ada Keaktifan Hakim dalam mencari kebenaran bukti tersebut, maka yang terjadi adalah yang diputuskan oleh hakim tersebut adalah putusan yang hanya mencakup kebenaran formil semata selayaknya putusan didalam perkara perdata yang hanya mencari kebenaran formil. Yang padahal didalam Penjelasan Pasal 107 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, dikatakan bahwa didalam peradilan Tata Usaha Negara yang dicari adalah kebenaran materiil atau kebenaran sebenar-benarnya. Jadi dibutuhkan inisiatif dan Keaktifan Hakim dalam Pembuktian Bebas oleh hakim agar terwujudnya kebenaran materiil dalam peradilan Tata Usaha Negara.
Sehingga, peran Asas Keaktifan Hakim sangatlah penting dalam hal inisiatif atau pelaksanaan kebebasan hakim yang didasarkan atas kehendak bebas dari hakim.

Skema pengaruh Asas Keaktifan Hakim terhadap Asas Pembuktian Bebas.






[1] Bahan ajar kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara oleh Weda Kupita, S. H., M. H. hal 9.
[2] Ibid. hal. 9.
[3] Ibid., hal. 10.
[4] Ibid., hal. 9.
[5] Ibid., hal. 9.
[6] Ibid., hal. 9-10.
[7] Ini dilakukan dalam upaya adanya pencarian kebenaran materiil didalam perkara peradilan Tata Usaha Negara, yang dimana pengujian bukti oleh hakim adalah selaras dengan konsekuensi adanya Asas Pembuktian Bebas, yaitu dalam melakukan pembuktian, hakim tidak tergantung pada fakta yang dikemukakan para pihak (aspek luas pembuktian). Ibid., hal. 9.

Komentar