Pengaruh Asas Keaktifan Hakim Terhadap Asas Pembuktian Bebas Didalam Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
Pendahuluan
Secara
harfiah, kata pengaruh dapat diartikan adalah tindakan sebuah obyek atau
beberapa obyek dalam kaitannya untuk
memberikan pengaruh (perubahan) terhadap obyek lainnya. Sehingga ketika
dihubungkan dengan judul tulisan ini “pengaruh Asas Keaktifan Hakim terhadap Asas
Pembuktian Bebas didalam Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara”, maka dapat
dilihat bahwa ada tindakan yang mempengaruhi oleh Asas Keaktifan Hakim serta
konsekuensinya terhadap Asas Pembuktian Bebas. Yaitu tindakan yang secara nyata
mempengaruhi terhadap pelaksanaan Asas Pembuktian Bebas.
Asas Keaktifan Hakim (Actieve Rachter/Dominus Litis)
Asas Keaktifan Hakim ini dimaksudkan
untuk mengimbangi kedudukan para pihak, karena Tergugat adalah Pejabat atau
Badan Tata Usaha Negara, sedangkan penggugat adalah orang atau Badan Hukum
Perdata.[1]
Sehingga ketika dilakukan interpretasi menggunakan metode interpretasi argumentum a contrario, maka ketika
dalam peradilan Tata Usaha Negara tidak mengenal Asas Keaktifan Hakim yang
terjadi adalah tidak adanya keseimbangan kedudukan antara orang atau Badan
Hukum Perdata sebagai penggugat dengan Pejabat atau Badan Tata Usaha Negara
sebagai tergugat. Hal ini dapat terjadi karena mendasarkan pendapat teori
Thomas Hobs, dimana kedudukan Negara atau penguasa lebih tinggi daripada
kedudukan orang-perorangan atau badan hukum. Yang pada akhirnya ketika tiadanya
Asas Keaktifan Hakim sebagai upaya menyeimbangkan kedudukan penggugat dan
tergugat, yang terjadi adalah orang dan badan hukum sebagai penggugat akan
selalu dirugikan oleh putusan-putusan dalam peradilan Tata Usaha Negara, yang
padahal sengketa didalam perdilan Tata Usaha Negara berisikan keberatan oleh
orang perorangan atas ketetapan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan oleh pejabat
public yang dalam subyektifitas penggugat adalah merugikan pada dirinya.
Sehingga pada akhirnya diperlukanlah Asas Keaktifan Hakim dalam menyeimbangkan
kedudukan antara tergugat dan penggugat didalam peradilan Tata Usaha Negara
sebagai wujud adanya Equality before the
law atau persamaan dimata hukum.
Penerapan
Asas Keaktifan Hakim didalam peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia
diwujudkan didalam Undang-Undang No. 5 tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha
Negara.[2]
Pasal 58
Apabila dipandang
perlu Hakim berwenang memerintahkan kedua belah pihak yang bersengketa datang
menghadap sendiri ke persidangan, sekalipun sudah diwakili oleh seorang kuasa.
Pasal 63
(1) Sebelum pemeriksaan pokok
sengketa dimulai, Hakim wajib mengadakan
pemeriksaan persiapan untuk
melengkapi gugatan yang kurang jelas.
(2) Dalam pemeriksaan persiapan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim:
a.
wajib memberi nasihar kepada penggugat untuk memperbaiki gugatan
dan
melengkapinya dengan data yang diperlukan dalam jangka waktu
tiga
puluh hari;
b.
dapat meminta penjelasan kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
bersangkutan.
Pasal 80
Demi kelancaran
pemeriksaan sengketa, Hakim Ketua Sidang berhak di dalam siding memberikan
petunjuk kepada para pihak yang bersengketa mengenai upaya hukum dan alat bukti
yang dapat digunakan oleh mereka dalam sengketa.
Pasal 85
(1) Untuk
kepentingan pemeriksaan dan apabila Hakim Ketua Sidang memandang perlu ia dapat
memerintahkan pemeriksaan terhadap surat yang dipegang oleh Pejabat Tata Usaha
Negara, atau pejabat lain yang menyimpan surat, atau meminta penjelasan dan
keterangan tentang sesuatu yang bersangkutan dengan sengketa.
(2) Selain hal
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim Ketua Sidang dapat memerintahkan pula
supaya surat tersebut diperlihatkan kepada Pengadilan dalam persidangan yang
akan ditentukan untuk keperluan itu.
(3) Apabila surat
itu merupakan bagian dari sebuah daftar, sebelum diperlihatkan oleh
penyimpannya, dibuat salinan surat itu sebagai ganti yang asli selama surat
yang asli belum diterima kembali dari Pengadilan.
(4) Jika
pemeriksaan tentang benarnya suatu surat menimbulkan persangkaan terhadap orang
yang masih hidup bahwa surat itu dipalsukan olehnya, Hakim Ketua Sidang dapat
mengirimkan surat yang bersangkutan ini kepada penyidik yang berwenang, dan
pemeriksaan sengketa Tata Usaha Negara dapat ditunda dahulu sampai putusan
perkara pidananya dijatuhkan.
Konsekuensi Asas Keaktifan Hakim (Actieve Rachter/Dominus Litis)
Karena Asas merupakan operasionalisasi dari
nilai-nilai, secara singkat Asas Keaktifan Hakim punya konsekuensi, antara lain[3]:
- Keaktifan selama proses pemeriksaan sengketa sepenuhnya terletak pada hakim. Berarti ada sebuah pemberian kewenangan bebas yang diberikan oleh Asas ini kepada hakim. Sehingga karena Asas inipun diterapkan didalam UU, maka kesimpulannya adalah adanya pemberian kewenangan bebas hakim oleh UU.
- Hakim berwenang mengadakan pemeriksaan pemeriksaan untuk mengetahui kelengkapan gugatan, sehingga pemeriksaan di persidangan harus dianggap bahwa gugatan telah sempurna.
- “ultra petita” tidak dilarang, sehingga adanya “reformation in peuis” menjadi dimungkinkan.
- Dalam melakukan pengujian keabsahan, hakim tidak terikat pada alas an mengajukan gugatan yang diajukan oleh penggugat.
Asas Pembuktian Bebas
Dalam hal pembuktian hakim diberikan
kebebasan atau adanya kehendak bebas dari hakim untuk melaksanakan pembuktian
didalam perkara peradilan Tata Usaha Negara atau dengan kata lain hakim yang
menetapkan beban pembuktian.[4]
Hal ini berbeda dengan ketentuan yang ada didalam Pasal 1865 KUH Perdata.
penerapan asas ini ada didalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang
Peradilan Tata Usaha Negara Pasal 107, namun disisi lain Pasal ini dibatasi
oleh Pasal 100 Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.[5]
Konsekuensi Asas Pembuktian Bebas (Vrij Bewijs)
Asas
Pembuktian Bebas dalam penerapannya didalam peradilan Tata Usaha Negara, antara
lain:[6]
1. Dalam
melakukan pembuktian, hakim tidak tergantung pada fakta yang dikemukakan para
pihak (aspek luas pembuktian).
2. Hakim
yang menetapkan beban pembuktian (aspek pembagian beban pembuktian).
3. Tidak
dikehendaki adanya ketentuan yang mengikat hakim dalam memilih alat-alat bukti
(aspek alat-alat bukti).
4. Penilaian
pembuktian sepenuhnya diserahkan kepada hakim (aspek penilaian penghargaan
pembuktian).
Pengaruh Asas Keaktifan Hakim
terhadap Asas Pembuktian Bebas
Ketika melihat akan pengertian secara garamatikal
dari Asas Keaktifan Hakim yang dimana hakim didalam penyelesaian perkara
peradilan Tata Usaha Negara punya kebebasan atas dasar kehendaknya sendiri baik
dalam upaya untuk menyeimbangkan para pihak maupun dalam hal lainnya. Hal
inilah yang mempengaruhi terhadap Asas didalam peradlan Tata Usaha Negara,
yaitu asan pemuktian bebas.
Sedangkan, Asas Pembuktian Bebas secara singkat
adalah kebebasan yang dimiliki hakim didalam melakukan pembuktian perkara
peradilan Tata Usaha Negara. Dalam hal melaksanakan kebebasannya untuk
melakukan pembuktian, diperlukanlah Keaktifan Hakim, baik dalam hal pencarian
bukti maupun dalam persepsi lain.
Asas Keaktifan Hakim punya peran penting dalam hal
pembuktian kaitannya dengan Asas Pembuktian Bebas oleh hakim. Asas Keaktifan
Hakim diperlukan karena dalam melaksanakan kebebasan untuk mecari bukti dalam
rangka pembuktian sebagai akibat adanya Asas Pembuktian Bebas diperlukan adanya
inisiatif atau Keaktifan Hakim dalam mencari bukti, seperti hakim melakukan uji
kebenaran dari bukti[7]
yang ada (Keaktifan Hakim) sebagai upaya pembuktian dalam peradilan Tata Usaha
Negara yang didasarkan pada Asas Pembuktian Bebas. Dalam upaya pembuktian oleh
hakim jika tidak dibarengi dengan Keaktifan Hakim, maka yang terjadi adalah
dalam putusan hakim yang tidak berdasarkan Asas Keaktifan Hakim adalah putusan
yang kebenarannya adalah formil semata. Hal ini bisa terjadi karena ketika ada
sebuah bukti didalam persidangan dan hakim tidak melaksanakan Asas Keaktifan
Hakim atau hakim pasif maka dan hakim memutus perkara berdasar bukti tersebut
tanpa ada Keaktifan Hakim dalam mencari kebenaran bukti tersebut, maka yang
terjadi adalah yang diputuskan oleh hakim tersebut adalah putusan yang hanya
mencakup kebenaran formil semata selayaknya putusan didalam perkara perdata
yang hanya mencari kebenaran formil. Yang padahal didalam Penjelasan Pasal 107
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, dikatakan bahwa didalam peradilan Tata Usaha
Negara yang dicari adalah kebenaran materiil atau kebenaran sebenar-benarnya.
Jadi dibutuhkan inisiatif dan Keaktifan Hakim dalam Pembuktian Bebas oleh hakim
agar terwujudnya kebenaran materiil dalam peradilan Tata Usaha Negara.
Sehingga, peran Asas Keaktifan Hakim sangatlah
penting dalam hal inisiatif atau pelaksanaan kebebasan hakim yang didasarkan
atas kehendak bebas dari hakim.
Skema pengaruh Asas Keaktifan Hakim
terhadap Asas Pembuktian Bebas.
[1]
Bahan ajar kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara oleh Weda Kupita, S.
H., M. H. hal 9.
[2] Ibid. hal. 9.
[3] Ibid., hal. 10.
[4] Ibid., hal. 9.
[5] Ibid., hal. 9.
[6] Ibid., hal. 9-10.
[7]
Ini dilakukan dalam upaya adanya pencarian kebenaran materiil didalam perkara
peradilan Tata Usaha Negara, yang dimana pengujian bukti oleh hakim adalah
selaras dengan konsekuensi adanya Asas Pembuktian Bebas, yaitu dalam melakukan
pembuktian, hakim tidak tergantung pada fakta yang dikemukakan para pihak
(aspek luas pembuktian). Ibid., hal.
9.
Komentar
Posting Komentar