Oleh :
Panji Mulkillah Ahmad
Waktu itu sekitar awal tahun 2013,
kalaupun salah berarti akhir 2012. Aku baru pulang dari kumpul Savesoedirman.
Langit yang seharusnya gelap, terlihat terang karena radiasi lampu-lampu jalan.
Angin berhembus ke seluruh badanku yang tipis ini, yang hanya tinggal kulit dan
tulang ini. Mataku mulai memerah, seperti buah strawberry yang ada di pasar.
Beberapa langkah lagi aku siap berbaring di atas ranjang. Siap untuk memejamkan
mata dan tidur yang lelap. Oke, cukup sudah berbahasa sok-sok novelisnya.
Jadi waktu itu aku masuk ke Simla. Aku
lihat ada sandal asing, dalam artian sandal yang bukan biasa ada di Simla.
Begitu aku ke ruang utama, ternyata ada Taqi disitu. By the way, Taqi itu
adalah salah seorang kawanku yang sama-sama anak fakultas hukum. Kalau mau nanya
dia itu siapa, pengandaiannya adalah, dia itu sejenis Cokroaminotonya
Purwokerto lah. Jadi ya kayak yang melahirkan kultur anak-anak gerakan gitu.
Taqi sedang ngobrol bareng Naufal dan
Bangkit. FYI, Naufal dan Bangkit saat itu sedang persiapan untuk kompetisi
debat nasional di suatu Universitas swasta di Jawa Barat.
Aku tidak mengikuti obrolan dari awal,
tapi kalimat awal yang kudengar dari obrolan tersebut adalah Taqi bilang,
"Kalau disuruh milih antara menang atau kalah, pilihlah atau, karena atau
itu keren". Lalu mereka bertiga tertawa setelahnya. Aku akhirnya penasaran
apakah yang menjadi obrolan mereka itu?
"Nih, sekarang gua tanya, lu pada tau
Spartakus gak?", tantang Taqi
"Tau Taq, dia itu tokoh pas zaman
Romawi yang melakukan pemberontakan budak", jawabku
"Nah sekarang lu tau gak siapa yang
jadi Kaisar pas zaman Romawi itu?", tantang Taqi lagi
Kami terhening, terdiam karena tak tau
jawabannya
"Nah sekarang gini aja dah yang
gampang, lu pada tau Si Pitung kan?, tanya Taqi
"Iya tau lah Taq", ujar kami
bertiga kompak
"Nah, dia itu dulu memberontak
melawan kolonial hindia belanda, sampai pada akhirnya dia kalah dan mati, nah
pertanyaannya, tau nggak siapa perwira yang bunuh si Pitung?"
Kami lagi-lagi terhening, terdiam karena
tak tau jawabannya
"Adapun yang menjadi alasan kenapa
Spartakus dikenal, kenapa Si Pitung dikenal, itu karena mereka itu keren, nggak
peduli siapa yang menang atau dalam artian siapa yang bunuh mereka, yang keren
itu ya tetep aja si Spartakus, yang keren itu ya tetep aja si Pitung"
Kami lagi-lagi hanya terdiam, dan lebih
memilih untuk mendengarkan "perspektif baru" bagi kami ini
"Sekarang ini di seluruh dunia, sudah
terlalu banyak orang-orang yang berebut juara satu, semua berkompetisi. Si
juara satu nantinya akan dikalahkan oleh jawara-jawara selanjutnya, si jawara
lama pun akan dilupakan. Dan pada akhirnya kelak, sebuah juara satu menjadi
tidak bernilai. Tapi bagaimana dengan keren? Seseorang yang keren itu gak
bakalan dilupain. Orang yang menjadi pemenang, belum tentu keren. Tapi orang
keren itu jelas lebih hebat daripada pemenang"
Dari percakapan ini aku belajar, bahwa
menang bukanlah segalanya. Bahkan obsesi untuk menjadi pemenang hanya akan
membawa seseorang menjadi kecanduan untuk berkompetisi dan terus berkompetisi.
Aku jadi ingat kata-katanya Ranchodas Chanchad di film The Three Idiots,
"Jangan kejar kemenangan, tapi kejarlah kesempurnaan".
Komentar
Posting Komentar