Oleh:
Luthfi Kalbuadi [1]
Buruh, menurut UU No.13 Tahun 2003
tentang ketenagakerjaan adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah
atau imbalan dalam bentuk lain[2].
Sedangkan, menurut KBBI buruh adalah
orang yang bekerja untuk orang lain dengan mendapat upah[3]. Pun
,lima huruf yang selalu menarik untuk di bahas dan dibicarakan. Bukan karena
wujud atau rupanya, bukan pula karena senyum maupun keindahan tubuhnya, namun
karena problematika yang menghinggapi dari zaman kolonial hingga paska
reformasi sekarang ini. Tak ayal, buruh di Indonesia yang milyaran jumlahnya
itu tersebar ke pelosok nusantara sampai luar negeri yang biasa kita kenal
dengan TKI (Tenaga Kerja Indonesia) sering mendapat perlakuan kasar, pelecehan
seksual, penganiayaan, tidak digaji bahkan kematian. Pergi pamit, pulang
tinggal nama. Dengan bahasa yang sederhana, buruh diperlakukan secara tidak
manusiawi. Tak hanya itu, seringkali
pula, buruh dikaitkan dengan pembangunan di republik ini. Ya, atas nama
pembangunanlah yang seolah memberi
legitimasi dan pembenaran atas sedikit dari fenomena yang ada dari sekian
banyak masalahnya yang penulis akan bicarakan dalam opini ini , yakni perlakuan
kepada buruh dari perusahaan dan upah buruh yang (cenderung) murah. Ya, murah bukan dalam artian sebenarnya, namun
karena memang upah dari buruh selalu jauh dari harapan standar hidup layak. Akibat
dari hal ini, terbentuklah stereotip yang terbangun dalam masyarakat bahwa buruh lebih rendah tingkatannya dari
pekerja. Pekerja lebih mapan, sejahtera dan terjamin kehidupannya. Sedangkan
buruh kerap diidentikkan dengan upah minimum namun dengan jam kerja maksimum dan lagi, serba menderita padahal,
keduanya menurut KBBI ataupun UU Ketenagakerjaan, hampir sama pengertiannya. Berita
tentang buruh kita yang bekerja di luar negeri bagai romusha dan didalam negeri,
yang tak ubahnya robot dengan upah yang kecil turut menguatkan anggapan
tersebut. Pulau Jawa, (bagian tengah tepatnya) sebagai bagian dari republik
tentu menjadi bagian pula dalam aneka masalah buruh di daerah eks karesidenan
Banyumas ini yang meliputi beberapa kabupaten seperti Banjarnegara,
Purbalingga,Banyumas, Cilacap dan Kebumen (disingkat BARLINGMASCAKEB).
Di Banjarnegara, desa Giri Tirta mungkin
dapat menjadi salah satu cerminan dari buruknya potret dari nasib buruh dan
buruknya pelayanan publik pemkab terhadap salah satu desa di Kabupaten itu. Melimpahnya
hasil alam dan luasnya lereng gunung , menandakan bahwa letak geografis
berpengaruh terhadap profesi dari masyarakatnya. Masyarakat Banjarnegara
khususnya buruh di banjarnegara mayoritas adalah buruh tani dan buruh pemecah
batu. Buruh tani disini, tidak berbeda
dengan di daerah Dieng Plateau yang tidak mempunyai tanah sendiri untuk
dikerjakan. Jadi bila sedang tidak ada tanah untuk dikerjakan, hampir dapat
dipastikan mereka menganggur[4].
Lebih dari itu, upah yang diterima adalah sebesar Rp. 10.000- Rp. 15.000 untuk
buruh laki laki, dan Rp.7.000 untuk buruh perempuan.
Kabupaten lain yang mengalami masalah
hampir serupa ,terletak di sebelah barat Banjarnegara, yakni Purbalingga. Menurut data Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan
Transmigrasi (Dinsosnakertrans) kabupaten Purbalingga terdapat sebanyak 42.000
orang buruh yang mana 30% nya ,yakni sekitar 12.600 orang buruh digaji dengan
bayaran dibawah standar Upah Minimum Regional (UMR) kabupaten tersebut dengan
bayaran Rp. 602.300[5]
sementara UMR di purbalingga sendiri adalah Rp.818.500. Inipun belum ditambah
dengan tekanan secara psikis yang mesti dirasakan oleh buruh berupa bentakan
dari sang majikan yang marah saat mengetahui karyawannya kurang bersemangat
dalam bekerja. Perlakuan kurang pantas
ini akhirnya membuahkan hasil dimana beribu ribu buruh pabrik melakukan aksi
demonstrasi untuk menuntut hak haknya baik hak moral maupun materialnya.
Kota
Satria mempunyai cerita tersendiri mengenai kisah yang dialami buruhnya. Buruh
yang bekerja di luar negeri mendominasi pekerjaan buruh dibanding pabrik. Kasus
yang ditangani SERUNI (sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam
bidang perlindungan buruh migran) sepanjang 2010 lalu, berjumlah sebanyak 13
kasus dimana dalam 13 kasus tersebut berkutat pada hilangnya kontak buruh
migran Banyumas di luar negeri, pemutusan hubungan kerja secara Sepihak oleh
perusahaan pemberi kerja dan perlakuan buruk dari Perusahaan Pengerah Tenaga
Kerja Indonesia Swasta terhadap calon TKI yang akan di berangkatkan[6].
Itu 2010, bagaimana tahun ini? Heboh berita tentang Tasripin, buruh anak asal
Cilongok[7]
menjadi headline berbagai surat kabar lokal,regional maupun nasional. Belum
genap 14 tahun, ia harus menghidupi dirinya sendiri dan 3 orang adiknya yang
kesemuanya putus sekolah dengan penghasilan cekak tiap harinya sebesar
Rp.10.000. Beruntung, karena kisah hidup bocah itu diangkat di media,
pemerintah Banyumas dan Nasional melalui Presiden Yudhoyono langsung tanggap
memberikan bantuan meskipun tidak lepas dari anggapan bahwa bantuan yang
diberikan keduanya, bermotifkan alasan politis.
Menuju
selatan Banyumas, kita menuju Kabupaten Cilacap, kota yang erat kaitannya
dengan pelabuhan dan kawasan industri. Namun nampaknya memang buruh di
perusahaan minyak dan gas nasional Pertamina,
yang banyak menggunakan jasa tenaga dari masyarakat sekitar sebagai buruh
migas perusahaan tersebut. Perusahaan
besar belm tentu menjadi jaminan untuk menyejahterakan pekerjanya karena memang
dilanda permsalahan klasik, yakni penerapan sistem kerja alih daya atau populer
disebut dengan sistem Outsourcing yang menjadikan pekerja hanya dapat bekerja
dengan sistem kontrak termasuk dengan penghasilan yang di bawah rata rata[8],
apalagi biaya hidup di Cilacap tidak lebih ringan daripada biaya hidup di
Banyumas[9].
Kota
terakhir yang disebut dalam akronim Barlingmascakeb ialah Kebumen. Mungkin dari
2005 hingga saat ini, upah buruh masih sangat jauh dari UMR kabupaten tersebut.
Belum ada keseriusan dari pemerintah daerah untuk merombak perda yang menjadi
usulan bersama dari aliansi LSM buruh dan migran, karena saat pertemuan antara
wakil rakyat dengan aliansi tersebut, wakil rakyat yang diharapkan dapat diajak
berdiskusi sebagai jalan untuk pemecahan masalah , hanya menghadiri sebentar forum
tersebut dengan alasan ada pertemuan di tempat lain.[10]
Dua
hal yang menjadi benang merah peristiwa yang menjadi masalah seputar dunia
perburuhan di wilayah eks Karesidenan Banyumas ini, yakni upah dan perlakuan. Yang mana upah, telah jelas pengaturannya dalam
UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
dimana dalam ketetuan umum pasal 1
UU No.13 Tahun 2013 dimana menyebutkan bahwasanya upah ialah hak pekerja/ buruh
yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha/
pemberi kerja kepada pekerja/ buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut
suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang undangan termasuk
tunjangan dari pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan yang telah
dan akan dilakukannya. Pasal 88 jo.
Pasal 98 UU Ketenagakerjaan menguatkan segala sesuatu yang berkaitan dengan
pengupahan tenaga kerja yang pada intinya disini mengatur dari mulai pemberian
upah yang diatur oleh pemerintah berdasarkan Upah Minimum Regional (pasal 89) Kabupaten setempat hingga
nilai keadilanpun termuat disini dalam hal apabila pekerja tidak bekerja, maka
tidak ada bayaran. Namun begitu, ini tidak berlaku apabila buruh dalam keadaan
sakit. Penulis rasa, dalam pasal pasal yang berhubungan dengan pengaturan upah
ini mengandung nilai nilai kemanusiaan yang secara ideal harusnya dapat
dilaksanakan (pasal 93). Pemkab di
wilayah eks karesidenan Banyumas sudah seharusnya melek atas regulasi ini, dengan imtervensi mengingat kenyataan yang terjadi terkait masalah
pengupahan kepada buruh di wilayahnya masing masing karena memang mayoritas
berpenghasilan di bawah UMR itu tadi. Perusahaan yang mempekerjakan buruh buruh
ini sudah sepantasnya mendapat pengawasan dari pemkab karena bila tidak, dapat
berpotensi menimbulkan kesewenang wenangan. Hal yang perlu mendapat sorotan
ialah terkait perjanjian kerja yang harusnya dibuat dengan konsensus antara
perwakilan buruh dan perusahaan yang memuat hak hak dan kewajiban pengusaha dan
buruh menurut pasal 111. Sementara
itu, perlakuan perusahaan kepada buruhpun sudah diatur dalam dasar filosofis
pembentukan UU Ketenagakerjaan ini yang dinyatakan pula dalam pasal 5 dan 6 UU ini dimana
perlindungan kepada tenaga kerja/buruh harus dilakukan dalam upaya negara untuk
menjamin perlakuan dan kesempatan yang bersifat non diskriminasi . Buruh laki
laki da perempuan berhak mendapat perlakuan yang sama , serat kesempatan utuk
mengembangkan kualitas diri lewat pelatihan pelatihan yang harusnya diberikan
oleh pemerintah dan pihak perusahaan. Fakta dilapangan mengatakan bahwa pembentakan
dan penyiksaan terhadap buruh di Banyumas dan Purbalingga telah kerapkali
terjadi. Ini menandakan bahwa intervensi pemkab dipandang perlu oleh pemerintah
kabupaten masing masing dengan melacak dan mengusut kasus ini, karena faktor
psikis yang terguncang dapat mempengaruhi kinerja mereka dan tentunya berimbas
kepada produktivitas pabrik. Jadi, penulis rasa pemerintah kabupaten telah
dirasa perlu untuk melakukan intervensi kepada perusahaan dalam hal pengupahan
yang nantinya diarahkan menurut Upah Minimum Regional daerah masing masing
serta melakukan koordinasi secara kontinyu dengan LSM yang bergerak dalam
bidang advokasi dan perlindungan buruh untuk mengakomodir pelaporan pelaporan
atas pelanggaran atau tindakan perusahaan pemberi kerja yang menyimpangi aturan
main dalam UU No.13 tahun 2003. Dengan peran pemerintah melalui upaya ini,
diharapkan kualitas kerja buruh dapat terus meningkat dan kesejahteraan
buruhpun dapat kembali terangkat.
Selamat memperingati hari buruh sedunia untuk
kawan kawanku, mahasiswa fakultas hukum kampus merah...dan untuk para buruh di
wilayah eks karesidenan Banyumas ini kuucapkan..Separatos, natural give , pro love dan long live ,my family!
Patria O Muerte!
(01/05/2013 pkl 09.41 )
[1] Oleh Luthfi Kalbuadi, Ketua Umum LKHS periode 2012- 2013 .Mempunyai
hobi merangkai bunga dan agak sedikit mahir menggunakan aplikasi Drum Virtual.
[2] UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan mengenai ketentuan Umum
,Pasal 1 angka 3
[3] KBBI Offline v1.1
[4]Bagaimana Dengan Nasib Kaum Buruh Tani
- DIENGPLATEAU.com.htm/ diunduh
tanggal 01/05/2013
[5] http://jogja.tribunnews.com/2012/11/17/30-persen-buruh-purbalingga-digaji-di-bawah-umk/
diunduh tanggal 01/05/2013
[6] Seruni Tangani 13 Kasus Buruh Migran
Pusat Sumber Daya Buruh Migran.htm/ diunduh tanggal 01/05/2013
[7] Nasib Tasripin Gugah Presiden SBY Beri Bantuan - Tribunjateng.com.htm/
diunduh tanggal 01/05/2013
[8] Ribuan buruh Pertamina Cilacap batal mogok - ANTARA News.htm/ diunduh
tanggal 01/05/2013
[9] Berdasarkan pengalaman hidup penulis. Ya, Cilacap serba mahal!
[10] Perlu Perda untuk Melindungi Hak-Hak Buruh Migran Kebumen Arsip INDIPT ONline 2003-2010Arsip INDIPT
ONline 2003-2010.htm/ diunduh tanggal 01/05/2013
Komentar
Posting Komentar