Oleh:
Cipto
Prayitno
Email:
bukitshimla@gmail.com
Penulis : Soehino, S.H.
Penertbit :
Liberty Yogyakarta
Tahun Terbit :
Cetakan Kedelapan, Oktober 2008
Pengantar
Ilmu Negara, buku yang seringkali menjaid rujukan
awal mempelajari tentang Negara termasuk juga hukum tata Negara dan ilmu-ilmu
yang berkaitan (objeknya) adalah Negara. Buku ini sepertinya juga menjadi buku
wajib dalam matakuliah pengantar ilmu Negara. Tidak bisa dipungkiri bahwa
dijadikannya buku Ilmu Negara ini dalam matakuliah ilmu Negara tidak terlepas
dari tingkat komprehensif-nya buku ini dalam memberikan paparan tentang hal-hal
ayng berkaitan dengan Negara sebagai obyek keilmuan.
Dewasa ini mempelajari tentang Negara dan segala
problematikanya tentu tidak akan pernah bisa terlepas dari praktik dan
teoritisasi Negara dalam perkembangannya. Masalah-masalah kekuasaan dan relasi
kuasa antara Negara yang melahirkan konsepsi Negara demokrasi, Negara autokrasi,
Negara feudal dan lainnya, adalah salah sau bentuk paparan tentang Negara sebagai
objek ilmu pengetahuan. Dari paparan buku ini dapat diperlihatkan bahwa Negara sebagai
objek ilmu pengetahuan juga berelasi dengan praktek ketatanegaraan yang sudah
ada sejak bahkan pada zaman Yunani Kuno, yang terus berkembang dan saling
menegasikan dari tiap pemikiran tentang Negara, hingga sampai akhinrya berakar
pada teori-teori tentang Negara pada abad modern ini.
Isi dan
Pembahasan Buku
Buku
ini terdiri dari beberapa sub pembahasan yang tiap sub pembahasan tersaji dalam
bentuk bab-bab yang juga menjadi tema atau topik dalam pembahasan tentang Negara
sebagai objek ilmu pengetahuan.
Buku ini secara materi dimulai dari Bab 2 yang
membahas tentang Objek Ilmu Negara. Bahwa Negara lah yang yang menjadi objek
kajian dari ilmu Negara, akan tetap hukum tata negara dan hukum tata
pemerintahan (Hukum Adminitrasi Negara) juga mempelajari negara. Perbedaannya
terletak pada abstak-universal dan umumnya kajian negara oleh ilmu Negara,
sedangkan konkrit, tertentu (waktu dan tempat) adalah kajian negara oleh htn
dan han.
Pokok bahasan ilmu negara tentang negara ada tiga, yaitu asal usul negara, hakikat negara dan mengenai bentuk negara (klasifikasi).
Pokok bahasan ilmu negara tentang negara ada tiga, yaitu asal usul negara, hakikat negara dan mengenai bentuk negara (klasifikasi).
Bab 3, membahas tentang Asal Mula Negara. Pemikiran
tentang negara muncul jauh setelah keberadaan negara, hal ini tidak terlepas
dari negara yang berkuasa adalah negara yang absolut dan sewenang-wenang,
sehingga kajian tentang negara dari perspektif keilmuan dianggap sebagai
ancaman bagi negara tersebut. Oleh karena itu pemikiran negara baru muncul di
abad ke V SM (kira-kira negara sudah ada sejak abad ke XVIII SM) yaitu di
Yunani. Hal ini karena Yunani secara keadaan negara sudah mulai terbuka atai
tidak lagi absolutisme, karena Yunani sebagai jalur perdagangan, Ajaran agama yang
tidqj dijadikan kaidah (kanon), sistem Republik demokrasi serta pemikiran
Yunani sebagai kesatuan. Pemikir negara dari Yunani dikenal kaum sofist
yang individulis serta Socrates yang lebih objektif.
Bab 4 buku ini membahas mengenai Asal Usul Negara,
yang dalam bahasannya dibagi dalam beberapa fase atau tahapan, yakni:
Masa Yunani Kuno
Pada
masa ini juga terbagi dalam beberapa fase pemikiran, yaitu:
Socrates
Sebagai seorang filsuf etika, socrates
mendefinisikan asal-usul negara sebagai kehendak manusia untuk mencapai
kebaikan hidupnya, melalui kehidupan bersama manusia dianggap bisa mencapai
kebaikan lebih baik manakala ketika sendiri.
Plato
Sebagai seorang idealisme yang menganggap bahwa alam
idea jauh lebih sempurna, maka atas dasar hal tersebut bahwa negara adalah
bentuk sempurna nya manusia, manusia dianggap belum sempurna bila tidak hidup
bernegara. Negara dianggap sebagai suatu hal yang absolut, oleh karenanya manusia
harus bernegara untuk mencapai keadilan bagi dirinya.
Dalam pemikirannya, bahwa klasifikasi negara ada 6, yaitu monarki yang dipimpin oleh seorang dengan otokarasi sebagai bentuk buruknya, aristokrasi dipimpin oleh beberapa cendekiawan dengan timokasri dan oklorasi sebagai bentuk buruk nya, kemudian demokrasi yang dipimpin banyak orang dengan okhlorasi sebagai bentuk buruknya.
Dengan idealisme nya, Plato menganggap bahwa aristokrasi adalah bentuk negara terbaik.
Dalam pemikirannya, bahwa klasifikasi negara ada 6, yaitu monarki yang dipimpin oleh seorang dengan otokarasi sebagai bentuk buruknya, aristokrasi dipimpin oleh beberapa cendekiawan dengan timokasri dan oklorasi sebagai bentuk buruk nya, kemudian demokrasi yang dipimpin banyak orang dengan okhlorasi sebagai bentuk buruknya.
Dengan idealisme nya, Plato menganggap bahwa aristokrasi adalah bentuk negara terbaik.
Aristoteles
Sebagai seorang realisme, Aristoteles lebih
realistis melihat konsep asal-usul negara, bahwa negara hadir karena untuk
mencukupi setiap kebutuhan manusia.
Atas dasar hal tersebut negara hadir untuk melindungi setiap kepentingan masyarakat demi mencapai kesejahteraannya.
Atas dasar hal tersebut negara hadir untuk melindungi setiap kepentingan masyarakat demi mencapai kesejahteraannya.
Jika menurut Plato bentuk terbaik negara adalah
Aristokrasi, maka menurut Aristoteles bentuk terbaik adalah demokrasi.
Epicurus
Sebagai seorang Individualisme epicurus memberikan
gambaran bahwa negara terbentuk untuk melindungi kepentingan individu dalam
mencapai kebahagiaan.
Terlepas bagaimana kondisi negara, bahwa negara haruslah menjamin hak-hak tiap individu.
Terlepas bagaimana kondisi negara, bahwa negara haruslah menjamin hak-hak tiap individu.
Zeno
Zeno yang sekaligus sebagai seorang sofisme
menganggap bahwa negara yang baik adalah negara yang bersifat universalisme.
Yaitu negara yang mendasarkan pada hukum alam dan berlaku untuk setiap manusia,
tidak seperti pendahulunya di Yunani Kuno yang berteori tentang negara hanya
berdasarkan pada negara polis di Athena.
Romawi Kuno
Romawi Kuno
Konsepsi negara dalam romawi banyak ditemukan dalam
praltek bernegara dari bangsa romawi, hal ini karena pemikiran-pemikiran
tentang negara pada masa romawi amat sedikit dan lebih banyak terdapat pada
praktek bernegara nya.
Polybius
Polibius memiliki konsep bahwa negara muncul karena
adanya kehancuran dari bentuk negara sebelumnya, atau bahwa dalam setiap bentuk
negara selalu terdapat sisi buruk dan sisi baik sebuah negara. Teori ini
disebut sebagai teori cyclus polibius. Dimana dimulai dari
monarki-tyrani-aristokrasi-oligarki-demokrasi-okhlorasi.
Meskipun demikian teori ini dianggap kurang mumpuni.
Hal ini karena ciclus dalam teori ini tidak lah mutlak seperti yang diungkapkan
Polibius, namun meskipun demikian, teori polibius sangat terkenal dan
berpengaruh.
Cicero
Tidak terlalu banyak pemikiran yang orisinil tentang
negara dari cicero, lebihn banyak saduran atau copian dari pemikir Yunani Kuno.
Menurutnya negara ada sebagai ratio murni manusia, ratio murni adalah hukum
alam (kaum stoa).
Senega
Pada masa senega, romawi telah mulai colaps karena
orang-orang sudah mulai memikirkan tentang masalah batin dan meninggalkan
problem kenegaraan sebagai problem duniawi, pada masa ini adalah sebagai garis
batas munculnya zaman abad pertengahan.
Zaman Abad Pertengahan
Zaman ini kedudukan negara sering berkaitan dan
bahkan berseberangan dengan kedudukan gereja sebagai organisasi. Hal ini karena
soal kebatinan yang makin menguat, akhirnya posisi gereja makin menguat.
Filsafat yang berkembang juga filsafat berkaitan dengan masalah keagamaan,
termasuk manakala membicarakan mengenai negara dan hukum,sehingga zaman ini
disebut sebagai scholastika.
Augustinus
Penggagas pemikiran negara pada abad pertengahan ini
memiliki pemikiran bahwa asal mula negara adalah dari kekuasaan atau kekuatan
Tuhan. Gerja dan Paus sebagai wakil Tuhan didunia serta Negara dan raja hanya
sebagai alat untuk menciptakan kerajaan tuhan di dunia. Sehingga kedudukan
negara lebih rendah daripada gereja.
Thomas Aquinas
Sama seperti halnya Augustinus, negara muncul atas
kehendak dan kekuasaan tuhan dan gereja serta paus sebagai wakil tuhan di
dunia. Namun posisi gereja dan negara setara menurut Thomas Aquinas, hal ini
karena Aquinas beranggapan bahwa dalam asal usul negara masih ada peranan ratio
manusia. Sehingga Aquinas juga berhasil merumuskan 4 tahapan hukum yang berasal
dari tuhan dan ratio manusia.
Marsilius
Marsilius adalah seorang pemikir abad pertengahan
yang sekaligus menjadi pembatas pemikiran tentang teologi-kritis. Dari
pemikiran nya yang menganggap bahwa asal usul negara adalah karena adanya
perjanjian masyarakat untuk mencapai ketentraman dan kedamaian. Dan posisi
Tuhan adalah sebagai causa remota atau pengaruh jauh dari perjanjian masyarakat
ini.
Dalam pemikiran nya juga negara memiliki posisi lebih tinggi dari gereja, negara berhak menentukan agama mana yang berlaku untuk negaranya. Namun ekses dari pemikiran ini muncul absolutisme negara dalam mengekang keagamaan negara, sehingga muncul lah gerakan monarkomaken sebagai gerakan anti absolutisme raja.
Dalam pemikiran nya juga negara memiliki posisi lebih tinggi dari gereja, negara berhak menentukan agama mana yang berlaku untuk negaranya. Namun ekses dari pemikiran ini muncul absolutisme negara dalam mengekang keagamaan negara, sehingga muncul lah gerakan monarkomaken sebagai gerakan anti absolutisme raja.
Zaman Renaisance
Sebagai ekses keruntuhan zaman abad pertengahan atau
sering kali disebut zaman kegelapan karena dominasi gereja terhadap segala hal
termasuk berkembangnya ilmua pengetahuan, zaman ini memiliki konsepsi yang amay
berbeda dengan konsep negara pada abad pertengahan. Negara betul-betul
dijauhkan dari konsepsi tentang agama dan lain hal, rasio dan kekuasaan menjadi
dominatif manakala berbicara mengenai negara.
Nicollo
Machiavel
Buku Ill Principe menjadi karya paling dikenal
sekaligus memberi cap negatif kepada Machiaveli sebagai seorang yang
mengagungkan segala cara untuk mempertahankan kekuasaan dalam negara dan
membentuk absolut. Meskipun dalam hal ini banyak perdebatan yang juga membela
Machiaveli. Negara terbaik oleh Machiaveli adalah monarki dengan raja yang
memiliki kecerdasan dan keberanian sekaligus. Pandangan Machiaveli ini tidak
terlepas dari kondisi perpecahan kerajaan kerajaan kecil dan perang saudara
yang menjadikan kekuasaan dan kekuatan tunggal sebagai jalan keluar untuk bisa
menciptakan ketentraman.
Thomas Moura
Seorang sastrawan yang memberikan konsepsi negara
utopis yang sekaligus adalah sebagai kritik terhadap negara pada masanya.
Jean Bodin
Pemikir zaman renaisance ini memberikan gambaran
negara adalah berasal dari keluarga yang memiliki hak. Konsepsi negara jean
bodin adalah absolut, sifat dan kekuasaan negara abadi dan tidak dapat dipecah
bagaimanapun caranya. Oleh karenanya konsepsi negara oleh Jean Bodin adalah
tentang kedaulatan yang bersifat mutlak, tetapi darimana datangnya kedaulatan
itu oleh Jean Bodin tidak dijelaskan.
Kaum
Monarkomaken
Secara terminologi monarkomaken berarti kaum anti
raja. Namun begitu tidak sepenuhnya anti raja, justru yang ditentang oleh kaum
ini adalah bentuk kesewenang-wenangan raja, khususnya dalam hal masalah
agama.
Pada dasarnya pemikiran dari kaum monarkomaken ini
menghasilkan pemikiran tentang Pembatasan Kekuasaan bagi raja dengan
mempertanyakan asal-usul kedaulatan raja, apakah dari rakyat? Atau dari
tuhan?atau darimana?
Dari para pemikir kaum monarkomaken ini muncul
benih-benih pemikiran yang melandasi teori tentang kedaulatan negara, teori
kedaulatan rakyat, teori perjanjian dan teori besar lainnya tentang kedaulatan
negara.
Tokoh dalam pemikiran ini ada banyak yang banyak
dikenal sebagai kaum reformasi antara lain: Luther, Melancthon, Zwingli, dan
Chalvin. Selain itu juga ada Hotman, Brutus, Buchanan, Johannes,
Althusius, Mariana, Bellarmin, Suarez, dan Milton.
Zaman
Berkembangnya Hukum Alam
Pada zaman ini konsepsi asal-usul negara dipaparkan
sebagai bahwa negara muncul dari keadaan manusia pada waktu itu belom
terbentuk, belum ada, jadi masih dalam keadaan bebas, masih dalam keadaan state of nature. Manusia diibaratkan
sebagai dalam keadaan abstrak atau manusia inabstracto.
Zaman ini secara pemikiran terbagi dalam dua
pemikiran yakni hukum alam pada abad XVII dan hukum alam pada abad XVIII.
Perbedaan kedua zaman ini memang sangat signifikan, dimana pada yang pertama
hukum alam hanya mendeskripsikan atau menggambarkan saja, sedang yg terakhir
bersifat menilai dan mengkritisi permasalahan pada negara pada masa itu yg
berujung pada revolusi.
Pemikir Hukum
Alam XVII
Grotius
Sebagai peletak hukum alam modern. Grotius
mengilhami pemikiran asal usul negara dari pemikiran Aristoteles bahwa manusia
asalah makhluk sosial, perbedaannya manusia memiliki rasio atau akal oleh
karenanya pemikiran tentang kepentingan umum menjadi dikedepanka dengan
membentuk negara untuk melindungi kepentingan umum. Grotius juga memaparkan mengenai kedaulatan negara manakala berhadapan dengan
negara lain.
Thomas Hobes
Melalui buku Leviathan, Hobbes memberikan gambaran
asal usul negara berangkat dari keadaan alamiah manusia yang saling bermusuhan,
saling melawan dan saling takut diantara mereka (omnium contra omnes) karena
sifat egois manusia, pada akhirnya untuk menjaga keadilan dan ketrentraman
diantara mereka, perlu ada negara sebagai pembuat dan penegak peraturan. Sifat
negara dalam pemikiran Thomas Hobbes bersifat absolut dan otoriter, negara
dapat melakukan apapun selama untuk menjaga kedamaian dan menghindarkan manusia
kembali pasa sifat alamiahnya.
Benedictus
Spinoza
Spinoza memberikan penjelasan asal usul negara
adalah sebagi hasil keadaan alamiah manusia yang hidup dengan segala hawa
nafsunya, namun demikian mereka tidak mampu memenuhi kepuasan mereka, karena
sebagai makhluk sosial manusia ingin hidup dengan damai, aman, tenteram dan
tanpa ketakutan. Untuk tujuan itulah manusia membentuk negara.
Sehingga atas dasar hal itu tujuan negara adalah untuk mencapai dan menyelenggarakan perdamaian, ketentramab, dan menghilangkan ketakutan. Dan tugas masyarakat adalah mentaati setiap peraturan yang dibuat oleh negara.
Sehingga atas dasar hal itu tujuan negara adalah untuk mencapai dan menyelenggarakan perdamaian, ketentramab, dan menghilangkan ketakutan. Dan tugas masyarakat adalah mentaati setiap peraturan yang dibuat oleh negara.
John Locke
Sama seperti Thomas Hobbes, yang mengadaikan sebelum
adanya negara manusia sebagai makhluk yang memiliki sifat alamiah, namun
berbeda dengan Hobbes, bahwa selain sifat alamiah tersebut, manusia juga telah
memiliki hak-hak alamiah atau hak dasar berupa hak hidup, hak kebebasan, dan
hak milik.
Oleh karenanya negara muncul untuk melindungi hak
dasar tersebut, agar hak-hak tersebut tidak dicederai. Sehingga berbeda
pula dengan Hobbes yang menempatkan negara sebagai absolut dan bisa bertindak
otoriter demi tercapai nya kedamaian, menurut John Locke negara secara tindakannya
dibatasi oleh hak hak dasar tersebut. Atas dasae pemikiran inilah John Locke
memberikan sebuah gambaran tentang gagasab pembatasan kekuasaan negara dengan
melakukan pembagian kekuasaan negara kedalam beberapa kekuasaan atau lembaga,
atau tidak ditumpuk dalam satu kekuasaan. Muncullah gagasan pembagian kekuasaan
oleh John Locke, yaitu kekuasaan membentuk Perundangan-Undangan oleh
legislatif, kekuasaan menjalankan peraturan Perundangan-Undangan dan mengadili
oleh eksekutif dab kekuasaan untuk melakukan hubungan luar negeri oleh federal.
Teori Hukum Alam
Abad XVIII
Frederick Yang
Agung
Sebagai seorang anti machiaveli yang menolak gagasan
tentang kesewenang-wenangan raja dan absolutisme raja. Karena bagaimampun
ajaran Machiaveli dapat merusak moral.
Montesquieu
Montesquieu
Ajaran paling terkenal oleh montesquieu adalah
penyempurnaan ajaran pembagian kekuasaan yang oleh Immanuel Kant dinamakan
Trias Politika. Ajaran pembagian kekuasaan negara dalam tiga kekuasaan yaitu
legislatif, eksekutif dan judikatif. Pada dasarnya tidak ada sati negara pun
yang benar benar menerapankan pembagian kekuasaan ini secara penuh, sehingga
terdapat modifikasi dibanyak negara.
Jean Jacques
Rousseau
Rousseau adalah pemikir tentang kedaulatan rakyat.
Dimana oleh Rousseau negara dianggap berasal dari perjanjian masyarakat untuk
membentuk negara, di dalam perjanjian tersebut rakyat menunjuk negara
(pemerintahan) untuk menjadi pelaksana atas perjanjian masyarakat
tersebut.
Immanuel Kant
Seorang nasionalis yang menggambarkan bahwa negara
terjadi karena perjanjian masyarakat, kedaulatan ada pada rakyat, dan kemauan
umum itu menjelma menjadi peraturan Perundangan-Undangan negara.
Perbedaannya adalah bahwa menurut Kant, perjanjian
tersebut tidak benar benar nyata terjadi dan hanya sebagai konstruksi hukum
saja.
Kant bisa dikatakan sebagai pemikir yang menjadi garis batas konsepsi tentang demokrasi modern dan negara hukum.
Kant bisa dikatakan sebagai pemikir yang menjadi garis batas konsepsi tentang demokrasi modern dan negara hukum.
Zaman
Berkembangnya Teori Kekuatan
Teori ini berkembang pada abad ke 18 dan memberikan
gambaran asal usul negara dari manusia dalam keadaan tanpa negara, dimana
dimulai dari komunitas paling kecil yaitu keluarga, kemudian saling
menundukkan.
Pada akhirnya negara ada sebagai upaya saling
menundukkan kelompok satu atas kelompok lainnya berdasarkan kekuatan baik
fisik, sosial, ekonomi, politik dan budaya.
Dalam teori ini dikenal beberapa pemikir seperti, F. Oppenheimer, Karl Marx, H. J. Laski, Leon Duguit.
Teori Positivisme
Dalam teori ini dikenal beberapa pemikir seperti, F. Oppenheimer, Karl Marx, H. J. Laski, Leon Duguit.
Teori Positivisme
Teori ini muncul akibat adanya kegagalan dari teori
teori sebelumnya untuk menyelidiki dan menerangkan asal mula negara, hakekat
negata serta kekuasaan negara, sehingga menimbulkan skeptisme negara.
Pemikir dari teori Positivisme paling terkenal
adalah Hans Kelsen, oleh kelsen kajian asal usul negara dianggap tidak penting,
yang terpenting adalah sifat Positivisme Negara sebagai hukum yang memaksa.
Teori Modern
Teori modern memberikan pelajaran bahwa untuk
mempelajari hakekat negara harus lah mempelajari negara dalam keadaan suatu
fakta atau kenyataan, yang terikat pada keadaan, tempat, dan waktu.
Pemikir dari teori negara modern adalah:
Prof.
Mr.R.kranenburg
Memberikan gambaran asal mula negara dari masyarakat
bangsa terlebih dahulu.
Logeman
Logeman
Berkebalikan dengan Kranenburg yang mendefinisikan
negara dulu baru terbentuk bangsa.
Bab IV buku ini membahas mengenai Hakekat Negara,
yang dalam pembahasannya menegnai Negara bahwa berbicara hakikat negara akan sangat
berkaitan dengan tujuan negara. Bahwa didalam pembentukan sebuah negara selalu
memiliki tujuan tertentu dalam pembentukannya. Pandangan Hakekat negara
juga berkaitan dengan filsafat yang dianut dalam sebuah negara.
Bab V tentang Teori-Teori tentang Tujuan Negara. Pembicaraan
mengenai tujuan negara berguna untuk mengetahui bentuk negara, susunan negara,
organ negara berkaitan dengan pengadaan fungsi dan tugas badan tersebut. Selain
itu pembicaraan mengenai tujuan negara dapat memberikan jawaban mengenai legitimasi
kekuasaan dalam negara.
Permasalahannua adalah dalam membicarakan mengenai tujuan negata, para pemikir mendasarkan pada jawaban yang abstrak, samar samar dan umum. Padahal tujuan negara akan sangat bergantung waktu, tempat dan sifat dari kekuasaan negara. Namun secara umum tujuan negara adalah menyelenggarakan kesejahteraan dan kebahagiaan rakyat atau menyelenggarakan masyarakat adil dan Makmur.
Permasalahannua adalah dalam membicarakan mengenai tujuan negata, para pemikir mendasarkan pada jawaban yang abstrak, samar samar dan umum. Padahal tujuan negara akan sangat bergantung waktu, tempat dan sifat dari kekuasaan negara. Namun secara umum tujuan negara adalah menyelenggarakan kesejahteraan dan kebahagiaan rakyat atau menyelenggarakan masyarakat adil dan Makmur.
Bab V tentang Teori Legitimasi Negara. Bahwa Negara
nyata-nyata sebagai organisasi kekuasaan, entah darimana asal usul negara
tersebut berasal, negara tetap sebagai organisasi kekuasaan. Sebagai organisasi
kekuasaan, negara dalam legitimasinya memiliki beberapa pokok persoalan, yaitu:
sumber kekuasaan, pemegang kekuasaan dan pengesahan kekuasaan.
Sumber kekuasaan dalam teorinya terdapat tiga pandangan, yaitu dari tuhan oleh pemikir teori teokrasi, kekuasaan berasal dari rakyat yaitu para pemikir hukum alam dan adanya penyerahan kekuasaan dari rakyat ke raja atau negara oleh pemikir teori perjanjian dan lainnya.
Tentang pemegang kekuasaan dalam negara akan berhadapan dengan pembicaraan mengenai teori kedaulatan negara.
Sumber kekuasaan dalam teorinya terdapat tiga pandangan, yaitu dari tuhan oleh pemikir teori teokrasi, kekuasaan berasal dari rakyat yaitu para pemikir hukum alam dan adanya penyerahan kekuasaan dari rakyat ke raja atau negara oleh pemikir teori perjanjian dan lainnya.
Tentang pemegang kekuasaan dalam negara akan berhadapan dengan pembicaraan mengenai teori kedaulatan negara.
1.
Teori kedaulatan
tuhan;
2.
Teori kedaulatan
raja;
3.
Teori kedaulatan
Negara;
4.
Teori kedaulatan
hukum;
5.
Teori kedaulatan
rakyat.
Persoalan ketiga mengenai pengesahan kekuasaan
negara sangatla bergantung pada dasar kekuasaan dari negara itu sendiri. Dan
setiap negara berbeda-beda tergantung darimana dasar kekuasaan dan legitimasi
kekuasaan negara tersebut.
Bab VII tentang Klasifikasi Negara. Dalam
klasifikasi negara bukan akan berbicara mengenai klasifikasi berdasarkan bentuk
negara yang sudah ada dalam praktek nya, namun lebih kepada
kemungkinan-kemungkinan dari adanya negara atau lebih tegasnya ajaran tentang
klasifikasi negara. Dalam klasifikasi negara ini terdapat banyak
pandangan yang berbeda dan kadang saling mengkritik antara satu pemikir dengan
pemikir lainny. Namun demikian, sebagai ajaran tentang klasifikasi negara,
klasifikasi yang diberikan para pemikir ini tentu belum bisa dikatakan dalam
posisi sempurna, selalu terdapat kelemahan.
Paling tidak ada beberapa klasifikasi yang
dipaparkan dalam buku ini.
1.
Klasifikasi
Negara Klasik-Tradisional: Monarki, Aristokrasi, Demokrasi
2.
Klasifikasi
Negara dalam Bentuk Monarki dan Republik
3.
Autoritaren
Fuhrerstaat
4.
Klasifikasi
Menurut Prof. Kranenburg
5.
Klasifikasi
menurut Hans Kelsen
6.
Klasifikasi
menurut R. M. Mac Iver
7.
Klasifikasi
menurut Maurice Duverger
8.
Klasifikasi
menurut Harold J. Laski
9.
Klasifikasi
menurut John A. R. Mariott
10. Klasifikasi menurut S. D. Leacock
11. Klasifikasi menurut H. N. Sinha
Bab VIII tentang Susunan Negara. Artinya melihat
negara dalam segi susunanya, yaitu :
Negara
Kesatuan
Negara dengan susunan tunggal, atau negara yang
tidak tersusun dari beberapa negara di dalam negara. Hanya terdapat satu
pemerintahan.
Negara Federasi
Negara yang bersusunan jamak, atau negara yang
tersusun dari beberapa negara yang semula berdiri sendiri sebagai negara yang
merdeka dan berdaulat, mempunyai konstitusi sendiri serta pemerintahan
sendiri.
Perbedaan Negara Serikat dan Federasi menurut George
Jellinek dan Kranenburg
Oleh Jellinek perbedaan tersebut didasarkan pada kedaulatan atau sovereignity, jika pemilik kedaulatan hanya pemerintah pusat, makan negara tersebut adalah negara kesatuan. Dan sebaliknya. Sedangkan pendapat tersebut mendapat sanggahan daei Kranenburg yang menganggap pendapat Jellinek terlalu lemah dan terlalu subyektif. Oleh Kranenburg pembedaan antara negara kesatuan dengan Federasi didasarkan pada dapat atau tidaknya pemerintah federal atau pemerintah gabungan itu membuat atau mengeluarkan peraturan hukum yang langsung mengikat atau berlaku terhadap para warga negara di negara-negara bagian. Jika iya, maka itu negata Kesatuan, jika tidak, maka negara federal.
Oleh Jellinek perbedaan tersebut didasarkan pada kedaulatan atau sovereignity, jika pemilik kedaulatan hanya pemerintah pusat, makan negara tersebut adalah negara kesatuan. Dan sebaliknya. Sedangkan pendapat tersebut mendapat sanggahan daei Kranenburg yang menganggap pendapat Jellinek terlalu lemah dan terlalu subyektif. Oleh Kranenburg pembedaan antara negara kesatuan dengan Federasi didasarkan pada dapat atau tidaknya pemerintah federal atau pemerintah gabungan itu membuat atau mengeluarkan peraturan hukum yang langsung mengikat atau berlaku terhadap para warga negara di negara-negara bagian. Jika iya, maka itu negata Kesatuan, jika tidak, maka negara federal.
Perserikata
Bangsa-Bangsa
Sebagai sebuah subyek hukum, PBB bukanlah negara
atau perserikatan negara, melainkan organisasi internasional. Namun juga dalam
PBB memiliki susunan layaknya organisasi.
Bab IX tentang Demokrasi Modern. Negara demokrasi
modern dalam pembicaraannya tidak akan terlepas dari pembicaraan mengenai
negara pada abad ke XVII dan abad ke XVIII, yang artinya akan bersinggungan
dengan hukum alam.
Salah satunya adalah konsepsi mengenai pembatasan kekuasaan yang berkembang pada abad tentang hukum alam, seperti:
Salah satunya adalah konsepsi mengenai pembatasan kekuasaan yang berkembang pada abad tentang hukum alam, seperti:
1.
Tentang HAM oleh
John Locke;
2.
Pembatasan
Kekuasaan melalui Trias Politik oleh Montesquie; dan
3.
Kedaulatan
Rakyat oleh J. J. Rosseau.
Dalam negara demokrasi modern tentu juha akan bicara
tentang klasifikasi klasifikasi yang berdasar pada konsepsi negara demokrasi
modern, dengan model klasifikasi tertentu. Ada beberapa klasifikasi yang
berbeda menurut beberapa pendapat ahli seperi Kranenburg dan Maurice Duverger.
Namun secara garis besar akan ditemukan tiga bentuk negara demokrasi modern,
yaitu negara demokrasi dengan sistem Presidensiil, sistem parlementer dab
sistem perwakilan pekerja atau referendum.
Bab X tentang Negara Autokrasi Modern. Atau negara
dengan sistem satu partai atau tunggal. Secara perkembangan pada dewasa ini
sangat sulit dibedakan dengan negara demokrasi modern, sehingga perlu dibedakan
antara negara autokrasi modern dengan negara demokrasi modern, yang mana
perbedaannya bersifat fundamental.
Untuk membedakan antara negara demokrasi modern dan negara autokrasi modern dilihat dari substansi tentang :
Untuk membedakan antara negara demokrasi modern dan negara autokrasi modern dilihat dari substansi tentang :
1.
Pandangan
tentang Hakikat Negara,
2.
Pandangan Tujuan
Negara.
Perbedaannya antara lain:
1.
Cara
pengangkatan atau pemilihan kepala Negara;
2.
Sifat susunan
daripada badan perwakilan rakyat; dan
3.
Sifat kekuasaan
darilada badan perwakilan rakyat.
Menurut Maurice Duverger tentang negara autokrasi
modern, erat kaitannya juga dengab masalah ada nya Pembatasan Kekuasaan, yang
olehnya terdapat beberapa cara dalan Pembatasan Kekuasaan, yakni melalui :
1.
Usaha membatasi
kekuasaan secara langsung, melalui pemilihan para penguasa, pembagian
kekuasaan, dan kontrol yudisial;
2.
Usaha membatasi
kekuasaan dengan memperkuat posisi rakyat sebagai pihak yang diperintah oleh
penguasa ;
3.
Usaha membatasi
kekuasaan melalui cata federalisme, yakni kontrol atau pengawasan oleh pihak
lain baik secara internal maupun eksternal (oleh negara atau kekuasaan lain).
Penutup
Demikianlah pembahasan tentang hal-hal seputar Negara
sebagai objek kajian dalam ilmu pengetahuan (Ilmu Negara). Negara tentu selalu
mendapat perhatian yang menarik dalam posisinya termasuk dalam ilmu hukum. Karena
Negara pada dewasa ini menjadi hal yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan
manusia sebagai seorang individu maupun manusia sebagai makhluk sosial (zoon politicon). Dengan demikian, tentu
pelajaran tentang Negara yangsistematis dan komprehensif menjadi penting pula.
Atas dasar hal tersebutlah maka, buku ini tentu
menjadi rujukan yang wajib untuk mengupas setiap permaslahan tentang Negara dari
asspek teoritis dan dari perspektif Negara dalam putaran perkembangan praktek
dan sejarahnya.
Salam !!!
Komentar
Posting Komentar