Langsung ke konten utama

Menggugat Manusia dalam Konstitusi (Kajian Filsafat atas UUD 1945 Pasca Amandemen)


 Oleh:
Cipto Prayitno
email: bukitshimla@gmail.com

Penulis: Daniel Zuchron
Penerbit: Rayyana Komunikasindo

Manusia, orang, warga negara, rakyat, bangsa, masyarakat dan umat adalah konsep-konsep (kata) yg banyak bertebaran dalam setiap pasal di UUD 1945. Namun bagaimana makna filosofi nya? Apakah hanya sebatas kata tanpa makna? Dalam buku inilah Daniel Zuchron melakukan kajian filosofi atas makna manusia dalam konstitusi menggunakan kajian filsafat Islam secara Ontologis-Epistemologis. Dengan karakteristik filsafat islam yg dekat dengan pembahasan mengenai metafisika dengan penelaahan ttg maujud, makna manusia dalam filsafat dikaji dengan analisa wujud dan mahiyyah, analisi wujud khariji dan wujud dzihni dan tasykik al-wujud (Ontologis), sedangkan secara epistemologi dianalisis menggunakan konsep ma'qulat, musyakik serta i'tibari. 

Manusia dalam Konstitusi dijelaskan dengan bahasan yang menarik dengan mempertautkan dengan filsafat islam dengan kajian ontologis dan epistemologis. Dari bahasan dalam buku ini dapat dilihat bahwa terdapat banyak penggunaan istilah yg berkenaan dengan penunjukan manusia sebagai individu maupun kelompok dalam UUD 1945. Secara Ontologis, wujud khariji realitas di luar pikiran, wujud dzihni adalah konsepsi pikiran atas realitas, sedangkan mahiyyah adalah pikiran yg tidak memiliki luaran realitas. Kajian manusia dalam konstitusi Indonesia lebih dekat secara praktis dalam makna i'tibari sebagai konsep hukum/etika. Pengertian dari I'tibari sendiri adalah kelanjutan dari hubungan relasional antara dimensi mana yg mendasar dan mana yg cerminan.

Konsep rakyat, dalam perdebatan pembahasan UUD 1945 yang dapat ditemukan dalam Naskah Komprehensif tidak ada perdebatan yang memperdebatkan pemaknaan filosofi rakyat, dengan hanya sebatas perdebatan sejarah saja. Hanya ada penggabungan antara rakyat dan masyarakat. Tidak terdapat pandangan yg spesifik tentang konsep manusia dalam lingkup hak asasi termasuk pembedaan istilah manusia, penduduk, warga negara, dan orang
Dalam analisa wujud dzihni makna manusia dalam konstitusi terdapat ketidakjelasan dalam konseptualisasinya, dan tidak terdapat perdebatan yang filosofis. 

Secara Epsitemologis bahwa kata rakyat adalah sebagai puncak gradasi (wujud tasyik) dan juga  memiliki makna filosofi secara Ontologis, bahwa keberadaannya nyata dan eksis adanya.  
Dalam akhir pembahasan penulis menggunakan analisa yang sudah dijelaskan sebelumnya untuk membangun manusia konstitusi dan memaknai manusia konstitusi adalah dengan menegakkan kembali Pancasila, memahami pancasila secara filosofis, dan menggali konsep manusia konstitusi secara kerakyatan. 

Komentar