Langsung ke konten utama

Ideologi Tanpa Akhir





Penulis: David Mclellan
Penerjemah: Muhammad Syukri
Penerbit: Kreasi Wacana
            Ideologi? Sebuah konsep yang membawa persepsi alam pikir untuk dikaitkan dengan komunisme, marxisme, liberalisme, dan isme-isme lainnya. Tentu hal demikian tidaklah salah ataupun benar sepenuhnya, namun jika hanya seperti demikian tentu menjadikan pemahaman yang tidak komprehensif mengenai ideologi yang secara sejarahnya telah mulai dibahas di era revolusi industri dan terus mengalami pembaharuan sampai detik ini. Lantas bagaimana mendefinisikan dan memberikan makna pada terminologi ideologi?
            David McLellan dalam bukunya Ideologi Tanpa Akhir telah memberikan penjelasan yang menarik mengenai penggunaan istilah ideologi dalam banyak perspektif yang kemudian juga menjadi bab-bab dalam pembahasan dibukunya. Marxisme yang pertama kali mendapat tempat dalam buku ini dalam menggunakan terminologi ideologi sebagai bagian dari konsepsinya tentang materialisme historis – materialisme dialektika, revolusi dan konsep-konsep lain yang dekat dengan kaum marxisme. Pada intinya terdapat pandangan yang menegatifkan konotasi Ideologi disatu sisi dan menpositifkan makna ideologi disisi lain. Namun demikian, ideologi menjadi konsep yang tidak terpisahkan dari pembicaraan mengenai marxisme sebagai filsafatnya kaum proletariat dalam membebaskan dirinya dari masalah penindasan.
            Pembahasan selanjutnya memberikan ruang non-marxisme untuk mendefinisikan ideologi sesuai dengan persepsinya tentang realitas sosial yang dimuali dari Weber, Durkheim, Lucaks, Althuser, Sigmund Freud, Karl Manheim. Dalam bab ini oleh masing-masing pemikir, belom memberikan pandangan yang komprehensif mengenai ideologi itu sendiri. Banhkan dari beberapa pemikiran cenderung memberikan pandangan yang mengaburkan konsepsi ideologi dengan konsep-konsep lainnya, seperti Manheimm yang menaburkan dengan sosiologi pengetahuan yang sampai akhirnya muncul pemahaman yang relativisme mengenai ideologi.
            Keberadaan ideologi di Amerika mendapatkan tempat tersendiri melalui persepsi yang cenderung negative dengan konotasi sebagai pandangan yang ekstrimis, totalitarianisme dan bahkan merujuk pada satu pandangan yaitu marxisme sebagai lawan alamiah dari demokrasi borjuasi (kapitalisme) yang berkembang di Amerika Serikat. Pandangan ini menghasilkan kecurigaan terhadap ideologi oleh pemikir-pemikir Amerika yang pada akhirnya memunculkan tinjauan empirisme terhadap ideologi yang menghasilkan kesimpulan bahwa ideologi ini selalu berkelindan dengan masalah kekuasaan dan politik atasnya.
            Pada bab sains, bahasa dan ideologi golongan strukturalisme macam Horkheimer dan Levi Strauss menjelaskan menganai hubungan yang saling melengkapi antara bahasa dan ideologi. Dimana bahasa yang dalam pandangan kaum strukturalisme adalah kajian yang penting memberikan makna komunikasi sebagai perwujudan dari bahasa dan ujaran yang penting dalam praktek ideologi itu sendiri dalam masyarakat. Juga oleh teori kritis yaitu Habermass, bahasa menjadi begitu penting dalam membicarakan makan ideologi dalam dominasi Negara terhadap rakyatnya, yang juga mendasarkan pandnagannya terhadap pendapat Marx tentang Basic Struktur dan Supra Struktur. Namun demikian pandangan tersebut tidak lepas dari kritik.
            Pembahasan selanjutnya adalah bab tentang ideologi dan The “End of History” yang dumulai dengan dimunculkannya pandangan pascamodernisme (postmodernisme) sebagai kritik atas ideologi yang berkembang pada era modernisme dengan menggunakan subyektivisme, ketidakmapanan, pluralisme dan anti-ideologi (walaupun pada akhirnya postmodernisme sendiri adalah ideologi dalam kritiknya atas modernisme). Secara tersendiri Francis Fukuyama dengan pemikirannya menganggap bahwa era pasca modernisme adalah era dimana dianggap sebagai akhir dari sejarah (The End of History and Last Man) dengan dasar berpikir bahwa kemenangan kapitalisme yang bersanding dengan demokrasi liberal, namun demikian pandangan Fukuyama tidak lepas dari kontroversi sebagai reaksi atas kelemahan dan gab atas gagasannya yang meminggirkan pandangan Freud tentang psikoanalisis, sedangkan dasar pembicaraan hipotesisnya berkutat dengan masalah hasrat dan motivasi pikiran manusia.
            Pada penutupnya dengan bahasan Akhir dari Ideologi atau Ideologi tanpa akhir memberikan kesimpulan tentang fakta-fakta perkembangan dari ideologi yang dikotomis dengan sains dalam pandnagan marxisme dan fakta bahwa ideologi akan berakhir hanyalah dalam wawasan.


Komentar