oleh:
Cipto Prayitno
email: bukitshimla@gmail.com
Aliran-Aliran Penemuan
Hukum
Materi
selanjutnya dalam mata kuliah penemuan hukum adalah aliran-aliran dalam
penemuan hukum. Sebelum sampai pada penjelasan tentang berbagai aliran dalam
penemuan hukum, tentu akan lebih sistematis jika dalam tulisan ini akan
berangkat dari memahami hakikat mengapa terdapat aliran-aliran dalam penemuan
hukum? Bagaimana perbedaann dari setiap aliran-aliran penemuan hukum? Kira-kira
seperti itulah pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab dalam menjelaskan
mengenai aliran dalam penemuan hukum, agar dapat ditemukan pemahaman yang
sistematis dan komprehensif.
Untuk menjawab pertanyaan pertama
mengenai mengapa terdapat aliran-aliran
dalam penemuan hukum? Maka perlu membicarakan sejarah munculnya
aliran-aliran dalam penemuan hukum ini. Dalam Sudikno Mertokusumo disebutkan
bahwa sebenarnya aliran-aliran dalam penemuan hukum ini adalah berbicara
tentang aliran-aliran dalam sumber hukum.[1]
Artinya bahwa kaitannya dengan sejarahnya bahwa keberadaan aliran-aliran dalam
penemuan hukum ini adalah membicarakan manakah yang “pantas” menjadi landasan
(sumber) hukum yang nantinya akan diterapkan dalam suatu peristiwa tertentu.
Sejalan dengan pertanyaan kedua
tentang Bagaimana perbedaann dari setiap
aliran-aliran penemuan hukum? Bahwa berdasarkan pada sumber hukum terdapat
sumber hukum formil dan sumber hukum materiil, dan jika disederhanakan lagi
maka terdapat sumber hukum yang tertulis yang mendasarkan pada kepastian dengan
sumber hukum tidak tertulis yang mendasarkan pada kebiasaan masyarakat
(cenderung tidak pasti dan beragam). Dari pandangan siapa yang “pantas” menjadi
landasan utama atau sumber hukum utama dalam hukum, apakah hukum tidak tertulis
atau hukum tertulis, maka lahirlah apa yang disebut sebagai aliran-aliran dalam
penemuan hukum.
Untuk menjelaskan
perbedaan-perbedaan tiap aliran akan disajikan dengan model pemaparan dengan
table, untuk mempermudah pemahaman mengenai masing-masing aliran.[2]
Aliran Hukum
|
Latar Belakang Sejarah
|
Sumber Hukum yang diakui
|
Asal Hukum yang Berlaku
|
Legisme
|
Reaksi atas ketidak-pastian hukum
kebiasaan pada abad 19 di Eropa, sehingga dilakukan penyeragaman hukum
melalui kodifikasi
|
Hanya undang-undang
|
Hukum yang berlaku adalah hukum dari
kehendak penguasa tertinggi
|
Mahzab Historis
|
Kritik atas kekosongan aturan dan
ketidak-jelasan undang-undang (legisme) pada abad 20 oleh Von Savigny
|
Hukum kebiasaan atau hukum yang hidup
dalam masyarakat (the living law),
selain dari undang-undang sebagai bentuk kodifikasi hukum
|
Hukum yang berasal dari jiwa bangsa (volkgeist) – hukum ang hidup dalam
masyarakat
|
Begriffsjurisprudence
|
Kritik atas undang-undang yang tidak
mampu mengikuti perkembangan, sehingga diperlukan peranan Yurisprudensi (oleh
Rudolf Von Jhering)
|
Undang-undang, hukum kebiasaan dan
yurisprudensi sebagai titik tekan utama pandangan ini (namun bersifat
tertutup)
|
Hukum dilihat sebagai sistem yang
tertutup ynag mencakup segala-galanya dan mengatur semua perbuatan sosial dan
bersifat ilmiah
|
Interresenjurisprudence
|
Reaksi atas Begriffsjurisprudence – dimana hukum merupakan friksi kepentingan
|
UU, kebiasaan dan yurispredensi
sebagai titik tekan, dimana hakim dalam memutus tidak boleh hanya mendasar
pada panafsiran UU yang formal-logis semata, akan tetapi karena hukum sebagai
friksi kepentingan, hakim dalam memutus harus berdasarkan pada tujuannya.
|
Hukum adalah pertentangan kepentingan
dimana segala peraturan (termasuk UU) dibuat memiliki tujuan tertentu, yaitu
satu pilihan atas beberapa kepentingan lainnya.
|
Freirechtbewegung
|
Reaksi atas legisme di Jerman oleh
Kantorowich (1877-1940)
|
UU, Kebiasaan, yurisprudensi sebagai
titik tekan, dimana subyektifitas hakim sangat menonjol dalam aliran ini,
karena menurut aliran ini bahwa hakim dapat melakukan Penemuan Hukum Bebas,
yaitu penemuan hukum yang bisa menyimpangi UU dengan mengikuti perkembangan
zaman.
|
Hukum merupakan gerak perkambangan
zaman, sehingga subyektifitas hakim dalam memutus perkara dengan melihat
perkembangan zaman sangat penting selain UU itu sendiri.
|
Penemuan
Hukum Modern
|
Kritik atas hakim sebagai corong UU
semata (Komen- 1988)
|
UU, kebiasaan, dan yurisprudensi
sebagai titik tekan, dimana titik tekannya adalah masalah penyelesaian
problem kemasyarakatan, bukan problem perundang-undangan semata. Sehingga
hakim harus mampu menjadi menafsirkan suatu permasalahan untuk penyelesaian
(biasanya digunakan metode teleologis)
|
Hukum adalah untuk kepentigan manusia,
sehingga dalam setiap aspek penegakan hukum harus didasrkan pada untuk
penyelesaian problem kemanusiaan, termasuk hakim dalam memutus harus mampu
menimbang-nimbang setiap hal yang mendasari suatu perkara, dan demi
kepentingan masyarakat.
|
Tentunya aliran-aliran ini harus
dilihat sebagai bagian dari pemahaman mengenai penemuan hukum, dimana penemuan
hukum sendiri keberadaannya sangatlah berkaitan dengan masalah penegakan hukum
dan penerapan hukum oleh para fungsionaris hukum, termasuk oleh hakim dalam
memutus suatu perkara (judge made law).
Sehingga tentunya peran yurisprudensi adalah sebagai tolak ukur yang utama dalam
pembicaraan aliran-aliran penemuan hukum ini termasuk juga keberadaan sumber
hukum baik formil maupun materiil sebagai basis utama dalam penemuan hukum ini.
Seperti yang telah dijelaskan
diatas, bahwa konsepsi perbedaan masing-masing aliran ini berangkat dari
manakah pandangan tentang sumber hukum yang harus diterapkan? Apakah dari
kebiasaan atau dari undang-undang an sich.
Dari situlah muncul pandangan-pandangan yang berbeda mengenai bagaimana
kedudukan yurisprudensi (putusan hakim) dalam putusan perkara, yang tentu
dilatarbelakangi oleh pandangan menganai aliran-aliran tersebut.
Daftar Pustaka
Mertokusumo,
Sudikno, 2009, Penemuan
Hukum, Cet. Ke-6, Yogyakarta: Liberty
[1] Sudikno Mertokusumo, 2009, Penemuan Hukum, Cet. Ke-6, Yogyakarta:
Liberty, hal. 94
[2]
Table dikutip dari pandangan Sudikno Mertokusumo dalam Ibid., hal. 94-109
Komentar
Posting Komentar