Langsung ke konten utama

Peran Pemerintah Kabupaten/Kota dalam Penataan Ruang demi Terwujudnya Pembangunan yang Berwawasan Lingkungan



oleh:
Cipto Prayitno
email: bukitshimla@gmail.com

Pendahuluan
           Keberadaan tata ruang sebagai bagian dari sistem pengelolaan lingkungan hidup yaitu sebagai instrument pencegahan terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan hidup amatlah penting agar dalam pengelolaan lingkungan hidup (menejemen lingkungan hidup dalam perspektif ekoregion) tetap terjadi keserasian antara pemanfaatan lingkungan hidup (sumber daya alam) dengan tetap terjaganya kondisi lingkungan yang baik pula atau dalam bahasa lingkungan disebut sebagai pembangunan yang berwawasan lingkungan.
           Mengingat pentingnya keberadaan tata ruang ini, maka dalam prakteknya perlu pelaksanaan yang konsisten baik dalam tataran perencanaan, pelaksanaan bahkan sampai tahap pengawasan terhadap penataan ruang ini.  Dari segi perencaan misalkan, perlu landasan yang ilmiah dalam menyusun dokumen penataan ruang yaitu menggunakan dasar dari gambaran dalam  Sistem Informasi Geografis atau yang biasa disebut GIS (Geographic Information System). Bahkan dalam UU PPLH dikatakan dalam Pasal 19 Ayat (1) bahwa tata ruang ini harus bersandarkan pada KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis).
           Aspek-aspek perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan tentu tidka bisa terlepas dari peran masing-masing elemen didalam suatu masyarakat, termasuk didalamnya adalah pemerintah kabupaten/kota yang secara langsung keberadaannya berhadapan dengan pembangunan yang mendasarkan pada tata ruang tersebut. Sehingga dalam tata ruang (penataan ruang) peran pemerintah kab/kota sangatlah penting baik dari aspek perencanaan, pelaksanaan dn pengawasan yang kesemuannya telah diatur dalam UU yang berkaitan.
           Peran pemerintah kab/kota yang strategis tersebut terkadang disatu sisi menjadi kendala bagi berjalannya pembangunan demi kemajuan ekonomi, namun disisi lain bisa menjadi aspek yang seringkali dicurangi demi memuluskan pembangunan tanpa memperhatikan aspek kelangsungan lingkungan hidup dan sosial-ekonomi masyarakat daerah. Sehingga munculnya permasalahan yang juga akan pula menjadi fokus bahasan dalam tulisan ini, yaitu bagaimanakah peran pemerintah daerah dalam penataan ruang terhadap pembangunan yang bersifat strategis (pembangunan nasional) dalam perspektif pembangunan yang berwawasan lingkungan?

Konsep Tata Ruang sebagai bagian dari Sistem Pengelolaan Lingkungan Hidup
Berbicara mengenai sistem pengelolaan hidup dalam masalah perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup artinya membicara secara keseluruhan, sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Hal ini juga bagian dari pengertian perlindungan dan pengelolaan yang diatur dalam Pasal 1 Angka (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau yang selanjutnya disebut sebagai UUPPLH.
Aspek-aspek dalam rangka mewujudkan sistem pengelolaan lingkungan hidup sebagai upaya  memenejemen lingkungan hidup dalam rangka tercapainya keserasian upaya pemanfaatan sumber daya alam dan terjaganya lingkungan hidup (pembangunan berwawasan lingkungan) tentu harus dipenuhi sebagaimana telah diatur didalam UUPPLH tersebut. Aspek-aspek atau ruang lingkup dalam pengelolaan lingkungan hidup dalam Pasal 4 UUPPLH mencakup antara lain: a. perencanaan; b. pemanfaatan; c. pengendalian; d. pemeliharaan; e. pengawasan; dan f. penegakan hukum. Setiap aspek tentu sangatlah penting dan merupakan satu-kesatuan sistem yang perlu diwujudkan dan dijalankan secara konsisten demi terwujudnya tujuan pengelolaan lingkungan hidup yang menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem.
Kemudian dalam kaitannya dengan Pasal 4 huruf (c) UUPPLH tentang pengendalian sebagai bagian dari ruang lingkup perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup memiliki 13 instrumen yang diatur dalam Pasal 14 UUPPLH antara lain: a. KLHS; b. tata ruang; c. baku mutu lingkungan hidup;  d. kriteria baku kerusakan lingkungan hidup; e. amdal; f. UKL-UPL; g. perizinan; h. instrumen ekonomi lingkungan hidup;   i. peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup; j. anggaran berbasis lingkungan hidup; k. analisis risiko lingkungan hidup;  l. audit lingkungan hidup; dan m. instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan.
Tata ruang menjadi salah satu dari 13 (tiga belas) instrument pengendalian lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam Pasal 14 UUPPLH yang tak kalah penting dari 12 (dua belas) instrument pengendalian lingkungan hidup lainnya. Peran tata ruang tentu berkaitan dengan  masalah keterkaitan dan keserasian tata guna lahan, tata guna air, tata guna udara serta alokasi sumber daya melalui koordinasi dan upaya penyelesaian konflik antar kepentingan yang berbeda. Asas penataan ruang menurut undang-undang penataan ruang adalah sebagai berikut, pertama, Pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdaya guna dan berhasil guna, serasi dan seimbang dan berkelanjutan; dan kedua, Keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum. Asas tersebut di atas memberi isyarat 3 (tiga) aspek pokok yang harus diperhatikan dalam penataan ruang. Pertama, aspek lingkungan hidup fisik umumnya dan sumber daya alam khususnya yang dimanfaatkan; kedua, Aspek masyarakat termasuk aspirasi sebagai pemanfaat; ketiga, aspek pengelola lingkungan fisik oleh pemerintah yang dibantu masyarakat, yang mengatur pengelolaannya dengan memperhatikan dan mempertimbangkan kondisi dan potensi lingkungan fisik serta kebutuhan masyarakat agar pemanfaatan ruang tersebut dapat dilaksanakan secara berkelanjutan.[1] Melihat pentingnya aspek tata ruang yang begitu penting, maka konsep tata ruang sebgai bagian dari instrument pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup dalam sistem pengelolaan lingkungan hidup, keberadaan tata ruang selain diatur dalam UUPPLH (Pasal 19) juga diatur dalam UU tersendiri yaitu dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang atau yang selanjutnya disebut sebagai UU Penataan Ruang. Penataan ruang sendiri adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang (Pasal 1 angka (5) UU Penataan Ruang).
Konsepsi tata ruang atau penataan ruang sendiri berdasarkan teorinya terdiri dari 3 (tiga) kegiatan utama, yaitu perencanaan tata ruang, perwujudan tata ruang, dan pengendalian tata ruang.[2]

Peran Pemerintah Daerah dalam Pencegahan Pencemaran dan Perusakan Lingkungan
            Bukanlah menjadi rahasia bahwa keberadaan pembangunan selain membawa dampak positif pada kemajuan ekonomi dari aspek infrastrukut-suprastruktur, juga membuka peluang terhadap pembangunan ekonomi kearah yang lebih baik, namun disisi lain juga keberadaan pembangunan sangat rentan membawa dampak terhadap rusaknya lingkungan hidup. Sehingga dalam sebuah Negara yang mencita-citakan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat dan kelangsungan lingkungan hidup yang baik, perlu memberikan pegaturan tentang perencanan, pelaksanan dan pengawasan lingkungan hidup yang baik yang dalam hal ini peran itu dipegang oleh pemerintah baik pusat maupun pemerintah daerah, dalam hal ini adalah pemerintah kab/kota. Peran ini tentu berangkat dari asas bahwa Negara memiliki tanggung jawab dalam pengelolaan lingkungan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Asas tanggung jawab negara (state responsibility) demikian, sebagaimana ditentukan pada Pasal 2 huruf a memiliki pengertian yang cukup luas, termasuk pula dengan mengkaitkan paradigma yang melibatkan peran serta masyarakat (community based management) tersebut. Karena itu, tanggung jawab negara dapat dikaitkan dengan tugas-tugas dan fungsi semua aparat dalam menjalankan pemerintahan yang baik (good governance).[3]
Pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang dilaksanakan bertujuan untuk: 1. melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; 2. menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia; 3. menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem; 4. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup; 5. mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup; 6. menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan; 7. menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia; 8. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana; 9. mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan 10. mengantisipasi isu lingkungan global.[4]
Ruang lingkup pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi: a. perencanaan; b. pemanfaatan; c. pengendalian; d. pemeliharaan; e. pengawasan; dan f. penegakan hukum. Tujuan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup akan tercapai apabila pemerintah baik pemerintah pusat, pemerintah daerah dan segenap warga negara dengan koordinasi negara dalam pelaksanaan asas tanggung jawab Negara.[5]
Secara dasar hukumnya mengenai tanggung jawab pemerintah kab/kota kaitannya dengan masalaha penataaan ruang terhadap pebangunan yang bersifat stretegis dalam perspektif pembangunan yang berwawasan lingkungan telah diatur dalam beberapa aturan tertulis (UU) yaitu dalam UUPPLH dalam Pasal 42 Ayat (1) dan (2) tentang peran pemerintah daerah dalam instrument pencegah kerusakan lingkungan, Pasal 62 tentang peran pemerintah daerah dalam perumusan sistem informasi lingkungan hidup (GIS), dan dalam Pasal 63 Ayat (3) tentang Tugas dan Wewenang Pemerintah Daerah. Tugas dan kewenangan pemerintah daerah terkait tata ruang secara khusus diatur dalam UU Penataan Ruang dalam Pasal 11, yang menyebutkan bahwa:
Pasal 11
(1)  Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi:
a)      pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota dan kawasan strategis kabupaten/kota;
b)      pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota; 
c)      pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan kerja sama penataan ruang antarkabupaten kota.
(2) Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a)      perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota;
b)      pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota; dan
c)      pengendalian pemanfaatan ruang wilayah  kabupaten/kota.
(3) Dalam pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, pemerintah daerah kabupaten/kota melaksanakan:
a)      penetapan kawasan strategis kabupaten/kota;
b)      perencanaan tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota;
c)      pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan
d)     pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota.  
(4) Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pemerintah daerah kabupaten/kota mengacu pada pedoman bidang penataan ruang dan petunjuk pelaksanaannya.
(5) Dalam pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), pemerintah daerah kabupaten/kota:
a)      menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan penataan  ruang wilayah kabupaten/kota; dan
b)      melaksanakan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang.
(6) Dalam hal pemerintah daerah kabupaten/kota tidak dapat memenuhi standar pelayanan minimal bidang penataan ruang, pemerintah daerah provinsi dapat mengambil langkah penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pemerintah kab/kota kaitannya dengan tata ruang terhadap masalah pembangunan yang bersifat strategis melihat pada konsepsi asas tanggung jawab Negara serta implementasinya dalam UUPPLH dan UU Penataan Ruang kaitannya dengan tugas dan kewenangan pemerintah kab/kota, maka dapat dilihat bahwa pemerintah kab/kota harus konsisten dalam pemanfaatan tata ruang untuk pembangunan yang bersifat strategis haruslah tetap mendasarkan pada rencana tata ruang yang telah ditetapkan dan berdasarkan pada KLHS serta kajian ilmiah dalam GIS oleh pemerintah daerah kab/kota dalam Peraturan Daerahnya (Perda RTRW). Perda yang telah dibuat jangan sampai dilanggar demi untuk pembangunan yang bersifat strategis, hal ini bertentangan secara asas dan norma hukum yang berlaku tentunya, dalam perspektif lingkungan hal ini sangat berbahaya dan mengancam keberlangsungan lingkungan hidup didaerah, karena sebagaimana yang kita tahu bahwa perencanaan tata ruang didasarkan pada KLHS dan GIS sebagai kajian ilmiah dalam pembentukan tata ruang.
Gambar. Konsep peran pemerintah kab/kota dalam penataan ruang (sistem pengelolaan LH)

Kesimpulan
            Peran pemerintah kab/kota dalam kaitannya penataan ruang secara asasnya adalah bagian dari tanggung jawab Negara dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dimana hal ini dituangkan dalam norma hukum tertulis yang berlaku di Indonesia dalam UUPPLH dan UU penataan ruang tentang tugas dan wewnang pemerintah daerah kab/kota.
Secara ringkasnya bahwa tugas dan wewenang pemerintah kab/kota dala penataan ruang terdiri dari perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota; pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota; dan pengendalian pemanfaatan.
Dari paparan konsepsi tanggung jawab pemerintah kab/kota dalam kaitannya dengan tata ruang terhadap masalah pembangunan yang bersifat strategis melihat pada konsepsi asas tanggung jawab Negara serta implementasinya dalam UUPPLH dan UU Penataan Ruang kaitannya dengan tugas dan kewenangan pemerintah kab/kota, maka dapat dilihat bahwa pemerintah kab/kota harus konsisten dalam pemanfaatan tata ruang untuk pembangunan yang bersifat strategis haruslah tetap mendasarkan pada rencana tata ruang yang telah ditetapkan dan berdasarkan pada KLHS serta kajian ilmiah dalam GIS oleh pemerintah daerah kab/kota dalam Peraturan Daerahnya (Perda RTRW).



[1] Sawitno Y. Imron, Fungsi Tata Ruang dalam Menjaga Kelestarian Lingkungan Hidup di Gorontalo, Jurnal Dinamika Hukum Volume 13 Nomor 3 September 2013, hal 459
[2] Daud Silalahi dan Kristanto, 2015,  Hukum Lingkungan dalam Perkembangannya di Indonesia, Bandung: CV Keni Media, hal 133
[3] Sudi Fahmi, Asas Tanggung Jawab Negara sebagai Dasar Pelaksanaan Perlindungna dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jurnal Hukum Nomor 2 Volume 18 Tahun 2011, hal. 215-216
[4] Ibid., hal. 15-16
[5] Ibid., hal. 16


Komentar