Langsung ke konten utama

Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi



 oleh:

Cipto Prayitno
email: bukitshimla@gmail.com



Penulis Buku   : Moh. Mahfud MD
Penerbit           : Pustaka LP3ES Indonesia

            Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi menjadi salah satu literature tentang hukum yang menarik, yang membahas mengenai konsep-konsep atau narasi-narasi yang menjadi tema dalam perdebatan soal ketatanegaraan di Indonesia. Dimana kemunculan perdebatan ini tidak lepas dari perbedaan sudut pandang dan titik tolak teoritis yang digunakan oleh masing-masing pemikir mengenai soal-soal atau isu-isu tentang ketatanegaraan pasca diadakannya amandemen UUD 1945.
            Penulis menyajikan bahasan dalam beberapa bagian-bagian yang diambil dari beberapa hasil tulisan yang sebenarnya terpisah, namun dalam buku ini dilakukan sistematisasi dan diklasifikasikan berdasarkan tema atau pokok bahasan tertentu.
Bagian 1 dalam buku ini membahas mengenai kedudukan Pancasila sebagai dasar hukum dan sistem hukum, yang merupakan konsepsi yang berbeda dan bentuk prismatic dari sistem hukum yang menjadi trend dalam sistem hukum yang berlaku di dunia, yaitu sistem hukum Civil Law yang berlaku di Negara Anglo Saxon yang cenderung mengutamakan keadilan dan sistem hukum Common Law yang berlaku di Negara Eropa Continental yang mengutamakan kepastian hukum, sedangkan Pancasila berada diantara keduannya, tetap memberikan kepastian hukum dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Bagian 2 dalam buku ini sejarah dan latar belakang berlakunya setiap konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia dan juga termasuk latar belakang tentang amandemen UUD 1945 yang menghasilkan UUD 1945 yang sekarang berlaku.   
Dalam Bagian 3 buku yang ditulis Moh. Mahfud MD dibagi dalam beberapa artikel, yaitu antara lain dalam artikel pertama tentang Kelemahan UUD 1945 asli dan perubahan- perubahan dalam UUD 1945 hasil amandemen. Tentang pro dan kontra atas hasil dari amandemen UUD 1945, Mahfud MD merasa tidak sepakat untuk kembali kepada UUD 1945 yang sebelum amandemen, hal ini karena membuka peluang kekuasaan Otoriter.
Dalam artikel kedua dibahasn tentang terdapatnya perdebatan keabsahan dari UUD  hasil amandemen karena tidak di masukan ke dalam lembaran negara, hal ini tidak di benarkan secara filosofi, yuridis maupun historis. Dan dalam artikel ketiga terhadap politik hukum atas perubahan UUD  1945, ada beberapa perubahan yang meliputi konsep negara hukum, kedudukan MPR sebagai lembaga tinggi, politik Perundangan-Undangan serta masalah pengujian nya.
Bagian  4 buku ini dalam artikel pertama dibahas mengenai perubahan UUD 1945 juga membawa adanya konsep check and balances dalam Sistem ketatanegaraan, dengan perubahan eksekutif heavy ke legislatif heavy dan kemunculan judicial review atas suatu UU didasarkan pada peraturan yang lebih tinggi, dan Kewenangan itu diserahkan kepada MK dan MA. Namun demikian, ultra petita yang dilakukan oleh MK telah masuk ranah legislatif dan ini menjadi persoalan sebenarnya. Dalam artikel keduannya dibahas tentang kedudukan MK sebagai penafsir sah UUD 1945 pada perjalanannya dalam menjalankan kewenangan judicial review  ternyata terdapat banyak pro dan kontra, dimana MK melakukan ultra petita, dimana putusan MK memasuki ranah legislatif, dan kecenderungan MK menuju kearah lembaga super power. Dalam artikel ketiga bagian ini membaha mengenai konflik kewenangan yang menyangkut KY sebagai lembaga baru yang bertugas mengawasi hakim yang pada awalnya termasuk hakim agung juga pada akhirnya mendapatkan judicial Review dengan segala kelemahan yang melandasi putusan yang pada akhirnya hakim agung dan hakim MK tidak dapat di awasi oleh KY dan hal ini merupakan sebagian permasalahan yang berkaitan dengan tafsir atas bunyi UUD 1945.
Bagian 5 dari buku ini membahas tentang pemilihan presiden, setelah perubahan UUD 1945 ada perubahan dimana Presiden tidak di pilih oleh MPR yang dulu di anggap oleh representasi rakyat, namun dipilih langsung oleh rakyat. Dimana tidak memungkiri terdapat permasalahan dalam pemilihan langsung meskipun bersifat hipotesis, yaitu ketika dikaitkan dengan sara dan keterwakilan serta ketakutan pelayanan yang buruk bagi rakyat yang tidak memiliki presiden terpilih. 
Bagian ke 6 buku ini dibahas dalam beberapa pokok bahasan yang disajikan dalam beberapa artikel, yaitu dalam artikel pertama tentang korupsi yang terjadi di Indonesia terjadi hampir disegala sektor pemerintahan, termasuk eksekutif, legislatif dan termasuk pula yudikatif serta para penegak hukum lainnya. Korupsi di Indonesia oleh pompe tidak bisa dikatakan berakar dari budaya, namun lebih karena kepemimpinan yang bobrok oleh karenanya perlu penegakan hukun yag tanpa pandang bulu, reformasi birokrasi dan pengisian jabatan jabatan secara demokratis dan terbuka. Dalam artikel kedua membahas tentang problem penegakan hukum pada era reformasi tidak terlepas dari warisan orde baru dan juga kesalahan dalam rekrutmen politik, juga kesalahan pemahaman atas paradigma hukum yang tidak mengedepankan keadilan, sehingga perlu upaya penegakan yang baik dan revolusioner serta memberikan pemahaman tentang penegakan hukum yang cenderung mengutamakan keadilan (rule of law) sedangkan dalam artikel selanjutnya dibahas tentang keberadaan pemberantasan korupsi yang bermasalah juga ditenggarai oleh adanya perlawanan terhadap upaya upaya pemberantasan korupsi atau corruption fight back, baik melalui pelemahan lembaga KPK maupun melalui putusan putusan pengadilan yang tidak membawa keadilan dalam memutus suatu perkara korupsi. Dalam artikel keempatnya membahas tentang budaya hukum nasional yang juga dipengaruhi budaya politik yang telah mengajar dan bersifat patron-client pada orde baru menjadi problem yang berpengaruh terhadap terbentuknya hukum yang cenderung sentralistik, potitifis-instrumentalism serta sifat menjaga corps. Sehingga perlu dibangun budaya hukum yang baik dengan membentuk sistem hukum yang baik pula.
Bagian 7 dalam buku ini membahas mengenai hal yang dalam artikel pertamanya tentang Indonesia sebagai nation state pada aspek pertahanan dan ketahanan nasional akan sangat rawan terhadap perpecahan yang dipengaruhi oleh faktor eksternal dari globalisasi dan faktor internal berupa korupsi dan lain hal. Dalam artikel keduanya hukum islam dalam keberadannya di Indonesia merupakan bahasan dan konsepsi yang menarik, manakala melihat sejarah sampai pada hukum islam menjadi salah satu sumber hukum materiil, ini tidak terlepas dari perjuangan kaum muslim yang dituangkan dalam piagam Jakarta, yang meskipun pada akhirnya piagam tersebut tidak disepakati dalam Rapat PPKI. 
Demikianlah ulasan dari buku Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi yang ditulis oleh Moh. Mahfud MD sebagai salah satu pakar hukum tata Negara di Indonesia. Pada kesmipulan yang dapat ditarik dalam bahasan-bahasan buku ini adalah bahwa keberadaan UUD 1945 yang berlaku sekarang sebagai hasil dari amandemen yang dilakukan pada periode pasca reformasi ternyata masih menyisakan beberapa problem permasalahan yang bersifat teoritis atau konstitusional dan bahkan pada aspek implementasinya, hal inilah yang menjadi latar belakang masih terdapatnya keberadaan perdebatan-perdebatan yang masing-masing mewakili cara pendang yang berbeda tentang UUD 1945 sebagai konstitusi bangsa Indonesia. Namun demikian keberadaan perdebatan ini tidak akan memperlemah, namun akan menjadi khasanah-khasanah pengetahuan baru dalam ketatanegaraan nasional yang akan membawa pada kemajuan dalam ketatatnegaraan nasional, ini juga tidak terlepas dari pilihan untuk menjadi Negara yang demokratis, bahwa perdebatan menjadi wajar dan akan membentuk iklim demokrasi yang baik yang pada akhirnya akan sampai pada pelaksanaan demokrasi secara baik pula.
Salam!!!

Komentar